Serangan Udara AS di Yaman Tewaskan Puluhan Migran Afrika

Kelompok Houthi yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman utara melaporkan terjadinya serangan udara oleh Amerika Serikat pada Senin (28/4) dini hari waktu setempat. Serangan tersebut menargetkan sebuah pusat penahanan di Provinsi Saada, Yaman utara, dan menurut laporan awal, setidaknya 30 migran asal Afrika dilaporkan tewas. Selain itu, sebanyak 50 orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan tersebut. Serangan ini menambah daftar panjang insiden tragis yang melibatkan warga sipil di tengah konflik berkepanjangan di Yaman.

Menurut laporan dari saluran televisi al-Masirah yang dikelola oleh Houthi, tim penyelamat berhasil menemukan 30 jenazah di bawah reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan. Pencarian korban yang selamat masih terus dilakukan di tengah kondisi reruntuhan yang menyulitkan proses evakuasi, sementara para relawan dan tenaga medis terus berupaya keras untuk mengevakuasi korban dengan peralatan yang terbatas.

Sementara itu, para korban luka yang semuanya merupakan migran ilegal asal Afrika telah dievakuasi dan dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan medis intensif. Banyak dari mereka mengalami luka serius, yang membutuhkan perawatan darurat lebih lanjut. Hingga kini, angka korban masih dapat bertambah seiring upaya penyelamatan yang berlanjut di lokasi kejadian. Peristiwa ini kembali menyoroti ketegangan yang berlangsung di kawasan tersebut serta memperlihatkan dampak tragis yang harus ditanggung oleh para migran dalam situasi konflik bersenjata yang tak kunjung mereda.

AS Peringatkan Rusia Terkait Serangan Militer terhadap Houthi di Yaman

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, memberi tahu Menlu Rusia, Sergei Lavrov, mengenai operasi militer yang dilakukan AS terhadap kelompok Houthi di Yaman. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menyatakan bahwa Rubio menegaskan serangan kelompok yang didukung Iran tersebut terhadap kapal-kapal militer dan komersial AS di Laut Merah tidak akan dibiarkan begitu saja.

Dalam percakapan tersebut, kedua menlu juga membahas langkah-langkah lanjutan setelah pertemuan mereka di Arab Saudi. Keduanya sepakat untuk terus berupaya memulihkan komunikasi antara Washington dan Moskow guna menghindari eskalasi lebih lanjut di kawasan tersebut.

Militer AS baru-baru ini melancarkan serangan udara ke posisi kelompok Houthi di Yaman, menewaskan sedikitnya 19 orang. Presiden AS, Donald Trump, memperingatkan bahwa serangan lanjutan akan dilakukan jika Houthi terus menyerang kapal-kapal dagang di Laut Merah. Kelompok Houthi sendiri telah menyerang kapal-kapal yang memiliki hubungan dengan Israel sejak akhir 2023 menggunakan rudal dan pesawat nirawak. Serangan ini mereka klaim sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Kelompok Houthi sempat menghentikan serangannya ketika gencatan senjata antara Israel dan Hamas diumumkan. Namun, mereka kembali mengancam akan melanjutkan serangan jika Israel tetap memblokir bantuan kemanusiaan ke Gaza pada 2 Maret. Situasi ini meningkatkan ketegangan di kawasan dan berpotensi memperumit hubungan internasional antara negara-negara yang terlibat.

Trump Tandatangani Perintah Eksekutif Mengembalikan Penetapan Houthi Sebagai Organisasi Teroris

Pada Rabu, 22 Januari 2025, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menandatangani sebuah perintah eksekutif yang mengembalikan status kelompok militan Houthi yang berbasis di Yaman sebagai “Organisasi Teroris Asing” (Foreign Terrorist Organization/FTO). Langkah ini membatalkan keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Joe Biden empat tahun sebelumnya, yang menghapus Houthi dari daftar tersebut. Dengan perintah eksekutif ini, Trump mengembalikan kebijakan yang pernah diberlakukannya pada masa akhir masa jabatan pertamanya.

Gedung Putih menyatakan dalam sebuah lembar fakta bahwa kebijakan Biden yang dianggap lemah telah memberikan dampak negatif, termasuk serangkaian serangan dari Houthi terhadap kapal perang Angkatan Laut AS, yang terjadi puluhan kali. Selain itu, kelompok tersebut juga dilaporkan menyerang infrastruktur sipil di negara-negara mitra dan menyerang kapal-kapal komersial yang melewati Selat Bab al-Mandeb lebih dari 100 kali. Pemerintahan Trump menganggap tindakan ini sebagai bukti bahwa kebijakan sebelumnya tidak efektif dalam menghadapi ancaman dari Houthi.

Sebagai bagian dari perintah eksekutif ini, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, diberikan arahan untuk memberikan rekomendasi agar penetapan FTO terhadap Houthi mulai berlaku dalam waktu 30 hari. Selain itu, Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) diinstruksikan untuk mengakhiri hubungan dengan entitas yang memberikan dana kepada Houthi atau yang mendukung kelompok tersebut, sambil tetap mengabaikan tindakan terorisme dan pelanggaran yang dilakukan oleh Houthi.

Dengan keputusan ini, pemerintah AS berharap dapat memperkuat upaya internasional dalam memerangi terorisme dan memastikan bahwa kelompok teroris seperti Houthi tidak mendapatkan dukungan atau sumber daya dari pihak manapun.