Trump Ungkap Rencana Masa Depan Gaza, Sebut AS Akan Pimpin Rekonstruksi!

Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait masa depan Jalur Gaza pasca konflik yang tengah berlangsung. Dalam unggahan di platform Truth Social pada Kamis, Trump mengklaim bahwa setelah pertempuran berakhir, Gaza akan diserahkan kepada AS oleh Israel. Namun, ia menegaskan bahwa “tidak akan ada tentara AS yang dikerahkan” dalam proses tersebut.

Trump menyebut bahwa rencana tersebut mencakup relokasi warga Palestina ke komunitas yang lebih aman dan modern di wilayah lain. Ia bahkan menyebut nama Chuck Schumer dalam konteks ini, dengan menekankan bahwa warga Palestina akan mendapatkan “rumah baru yang lebih baik,” serta kehidupan yang lebih stabil dan bebas dari ancaman.

Lebih lanjut, Trump mengusulkan skema pemindahan warga Palestina ke Mesir dan Yordania sebagai bagian dari rencana besarnya. Ia mengklaim bahwa AS, bersama dengan tim pembangunan global, akan memimpin proyek rekonstruksi besar-besaran di Gaza. Ia menggambarkan proyek tersebut sebagai “salah satu pembangunan terbesar dan paling spektakuler di dunia,” yang akan membawa perubahan signifikan bagi kawasan tersebut.

Trump juga memastikan bahwa tidak akan ada keterlibatan militer AS dalam rencana ini. Ia berpendapat bahwa pendekatan berbasis pembangunan ekonomi akan lebih efektif dalam menciptakan stabilitas jangka panjang dibandingkan dengan intervensi militer.

Meskipun demikian, pernyataan ini menuai beragam respons dari komunitas internasional, terutama di Timur Tengah. Banyak pihak mempertanyakan realisme dan kelayakan rencana Trump, mengingat kompleksitas politik dan sejarah konflik di Gaza. Kritikus juga menyoroti bahwa rencana relokasi warga Palestina bisa menjadi isu yang sensitif dan sulit diterima oleh negara-negara di kawasan.

Sementara itu, para pendukung Trump menganggap rencana tersebut sebagai solusi alternatif untuk mencapai perdamaian yang lebih stabil tanpa harus melibatkan kekuatan militer. Namun, tanpa adanya kejelasan lebih lanjut mengenai implementasi dan penerimaan pihak terkait, gagasan ini masih menjadi perdebatan di tingkat global.

Senat AS Setujui Scott Bessent Sebagai Menteri Keuangan dalam Suara Pemungutan

Senat Amerika Serikat pada Senin mengonfirmasi pencalonan Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan, dengan hasil pemungutan suara yang cukup signifikan, yaitu 68 suara mendukung dan 29 suara menolak. Proses konfirmasi ini berlangsung setelah Bessent menjalani sidang yang intens pada 16 Januari, di mana dia menyampaikan visinya untuk perekonomian Amerika di masa depan.

Bessent, yang kini berusia 62 tahun, mengungkapkan bahwa tujuan utamanya adalah untuk memulai “zaman keemasan” bagi perekonomian negara tersebut. Dalam pidatonya, dia menekankan perlunya kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk pengurangan pajak yang lebih besar untuk sektor-sektor utama dan peningkatan produksi energi domestik. Bessent menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan ini akan membuka peluang ekonomi baru, menciptakan lapangan pekerjaan, serta memastikan ketahanan ekonomi Amerika di tengah persaingan global yang semakin ketat.

Sebagai Menteri Keuangan yang baru, Bessent berjanji untuk mengelola anggaran negara dengan hati-hati, mengurangi beban regulasi yang memberatkan dunia usaha, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Senat AS mengonfirmasi pencalonannya setelah dia berhasil meyakinkan banyak anggota Senat tentang kemampuan dan visinya untuk memimpin departemen yang sangat krusial ini.

Bessent kini menjadi pejabat kelima yang disetujui Senat dalam kabinet Presiden Donald Trump, setelah Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Direktur CIA John Ratcliffe, Menteri Pertahanan Pete Hegseth, dan Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem. Dengan persetujuan ini, Bessent siap menghadapi tantangan besar dalam memperkuat ekonomi Amerika di masa mendatang.