Kekuatan Baterai LFP Meningkat, Menggulingkan Nikel di Pasar Dunia

Baterai berbasis lithium iron phosphate (LFP) semakin meraih perhatian besar di pasar global, khususnya untuk kendaraan listrik (EV). Teknologi ini dipandang memiliki prospek cerah, dengan permintaan yang terus meningkat, bahkan hampir menyaingi baterai berbasis nikel, yang selama ini menjadi favorit banyak negara besar. Jessica Hanafi, pendiri dan Kepala PT Life Cycle Indonesia, menekankan bahwa baterai LFP kini sedang berkembang pesat di seluruh dunia, bahkan hampir menggeser dominasi baterai berbasis nikel, terutama di China.

“Meski baterai berbasis nikel masih banyak digunakan di Eropa dan Amerika, tren global kini lebih condong ke LFP,” kata Jessica dalam sebuah diskusi kebijakan yang diadakan oleh Low Carbon Development Indonesia dan disiarkan secara daring pada Kamis (20/2/2025). Menurut laporan Badan Energi Internasional (IEA), meskipun permintaan baterai berbasis nikel masih memimpin, peningkatan permintaan untuk baterai LFP sangat signifikan sejak 2021 hingga 2023.

Salah satu alasan utama yang mendorong lonjakan permintaan LFP adalah harga baterai ini yang lebih terjangkau dibandingkan teknologi lainnya. Dengan harga yang lebih murah, LFP menjadi pilihan lebih banyak produsen kendaraan listrik. Di sisi lain, Indonesia yang merupakan salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia memiliki peran penting dalam penyediaan bahan baku untuk baterai berbasis nikel, namun perkembangan baterai LFP menuntut adanya perhatian lebih terhadap perubahan pasar.

Jessica menambahkan bahwa peningkatan permintaan LFP perlu menjadi perhatian serius bagi pembuat kebijakan Indonesia. Menurutnya, Indonesia harus mengantisipasi potensi ancaman terhadap pasar baterai berbasis nikel seiring dengan pergeseran tren menuju teknologi LFP. “Ini adalah momen penting untuk merencanakan strategi, kita perlu bergerak cepat ke arah ini,” ujarnya.

Selain itu, untuk menjaga daya saing, industri baterai berbasis nikel di Indonesia perlu fokus pada pengurangan biaya produksi, serta mengeksplorasi penerapan teknologi LFP sebagai alternatif. Jessica juga menekankan perlunya diversifikasi produksi baterai untuk mengurangi risiko pasar yang semakin tidak pasti. Sebagai respons terhadap hal ini, para pemangku kebijakan di Indonesia perlu mulai berinvestasi dalam teknologi LFP untuk menjaga kestabilan industri baterai dan mempersiapkan pasar domestik.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, juga mengungkapkan pentingnya pemerintah untuk mempertimbangkan skenario alternatif. “Selain mengembangkan industri nikel untuk baterai, kita juga harus berpikir tentang investasi dalam teknologi LFP. LFP bisa menjadi pilihan kedua yang sangat potensial,” ujar Faisal.

Perubahan tren dalam industri baterai kendaraan listrik ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu berpikir lebih jauh ke depan untuk memastikan posisi strategisnya di pasar global. Jika pemerintah dan pelaku industri dapat segera merespons, Indonesia memiliki peluang besar untuk beradaptasi dengan teknologi terbaru, menjaga daya saing, dan terus berperan dalam transisi global menuju kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.