Chernobyl Diserang? Rusia Sangkal & Tuding Ukraina Bermain Kotor

Pemerintah Rusia membantah tuduhan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang menyebut serangan drone Moskow telah menyebabkan kerusakan pada struktur pelindung di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Chernobyl. Rusia menilai pernyataan tersebut sebagai provokasi yang disengaja dari Kyiv.

“Insiden di confinement shelter PLTN Chernobyl jelas merupakan kelanjutan dari tindakan sembrono dan kriminal yang dilakukan oleh rezim Kyiv, yang sepenuhnya menyadari konsekuensi dari tindakannya,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, dalam pernyataan resmi yang dirilis Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Klaim Ukraina dan Rekaman CCTV

Pekan lalu, Zelensky menuding bahwa sebuah drone tempur Rusia dengan hulu ledak berkekuatan tinggi telah menghantam struktur pelindung beton dan baja di reaktor nomor 4 PLTN Chernobyl. Struktur tersebut dirancang untuk membatasi paparan radiasi dari bencana nuklir yang terjadi pada 1986.

“Kami telah berulang kali memperingatkan tentang kemungkinan provokasi dari Kyiv, dan sayangnya, kekhawatiran kami kembali terbukti,” tegas Zakharova.

Ia juga menambahkan bahwa serangkaian insiden seperti ini semakin menunjukkan bahwa teknologi nuklir yang berada dalam kendali pemerintahan Zelensky dapat menjadi ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan internasional.

Zelensky sebelumnya mengunggah rekaman CCTV yang memperlihatkan ledakan terjadi di bagian samping struktur pelindung reaktor Chernobyl. Video yang tercatat pada Jumat (14/2) dini hari, sekitar pukul 02.00 waktu setempat, juga menunjukkan kobaran api kecil serta kerusakan berupa lubang di bagian atap. Dalam rekaman tersebut, terlihat pula petugas pemadam kebakaran yang berusaha mengendalikan api di lokasi kejadian.

Respon IAEA dan Situasi di PLTN Chernobyl

Meskipun mengalami kerusakan, Zelensky menegaskan bahwa tingkat radiasi di sekitar PLTN Chernobyl tetap stabil dan tidak mengalami peningkatan akibat serangan tersebut.

Sementara itu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) juga mengonfirmasi adanya ledakan di sekitar lokasi, tetapi memastikan bahwa level radiasi di dalam maupun di luar area PLTN tetap berada dalam batas normal.

Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, IAEA telah menempatkan tim pemantau di Chernobyl untuk mengawasi kondisi keamanan fasilitas nuklir tersebut. Lembaga ini berkali-kali mengingatkan bahwa pertempuran di sekitar PLTN bisa memicu risiko besar, tidak hanya bagi Ukraina, tetapi juga bagi kawasan sekitarnya.

Hingga kini, ketegangan antara Rusia dan Ukraina terkait keamanan fasilitas nuklir masih menjadi perhatian dunia internasional. Moskow dan Kyiv terus saling tuduh terkait insiden terbaru ini, sementara IAEA berupaya memastikan bahwa keselamatan nuklir tetap menjadi prioritas utama di tengah konflik yang belum mereda.

Program Misil Iran Kian Gahar, Kiriman dari China Tiba

Sebuah kapal yang membawa 1.000 ton bahan kimia asal China, yang diyakini sebagai komponen utama dalam pembuatan bahan bakar rudal, telah tiba di perairan dekat Pelabuhan Bandar Abbas, Iran, pada Kamis (13/2/2025). Kedatangan kapal ini memunculkan spekulasi bahwa Iran mungkin akan segera memulai kembali produksi rudalnya setelah mengalami kemunduran akibat serangan Israel terhadap fasilitas militer utama mereka tahun lalu.

Kapal pertama, Golbon, meninggalkan Pelabuhan Taicang, China, sekitar tiga minggu lalu dengan membawa natrium perklorat, bahan baku utama dalam pembuatan propelan padat yang digunakan untuk rudal jarak menengah Iran. Jika produksi rudal kembali berjalan normal, ini bisa menjadi titik balik bagi Iran dalam konflik geopolitik di Timur Tengah.

Dampak Pengiriman Natrium Perklorat bagi Iran

Menurut sumber intelijen, jumlah natrium perklorat yang dikirim cukup untuk memproduksi sekitar 260 motor roket untuk misil Kheibar Shekan atau 200 misil balistik Haj Qasem. Ini menunjukkan bahwa Iran mungkin telah lebih cepat pulih dari perkiraan awal, di mana para pakar semula menduga butuh setidaknya satu tahun sebelum mereka bisa kembali memproduksi propelan rudal.

Iran sendiri saat ini sedang mengalami tekanan besar akibat serangkaian kekalahan strategis di Timur Tengah, seperti melemahnya posisi Hizbullah di Lebanon dan jatuhnya Bashar al-Assad di Suriah. Jika produksi rudal kembali berjalan, Iran bisa memperkuat posisi militernya di kawasan.

Kapal Kedua Masih di China, Apakah China Terlibat?

Selain Golbon, kapal lain bernama Jairan juga dijadwalkan membawa 1.000 ton natrium perklorat ke Iran. Namun, hingga saat ini, Jairan masih berada di China dan belum mengangkut muatannya. Kedua kapal tersebut diketahui dioperasikan oleh Islamic Republic of Iran Shipping Lines (IRISL).

Sementara itu, tidak ada indikasi bahwa pemerintah China mengetahui pengiriman ini sebelum media melaporkannya pada akhir Januari. Natrium perklorat sendiri bukan barang yang dilarang dalam sanksi Barat terhadap Iran, sehingga pengirimannya tidak dianggap ilegal.

Menanggapi laporan ini, Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui rincian spesifik kasus tersebut. Dalam pernyataan resminya, China menegaskan bahwa mereka menolak sanksi sepihak yang dianggap ilegal serta tuduhan yang tidak memiliki bukti kuat.

“China secara konsisten menerapkan kontrol ekspor terhadap barang-barang yang memiliki kegunaan ganda sesuai dengan hukum internasional serta regulasi domestik,” ujar pernyataan tersebut.

Selain itu, China juga menegaskan bahwa natrium perklorat tidak termasuk dalam daftar barang yang diawasi, sehingga ekspor bahan kimia tersebut dianggap sebagai bagian dari perdagangan biasa.

Kesimpulan: Akankah Iran Kembali Mengancam Stabilitas Kawasan?

Kedatangan bahan baku propelan ini menjadi sinyal kuat bahwa Iran mungkin sudah siap untuk kembali memproduksi rudal balistiknya. Dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, pengiriman ini bisa menjadi faktor penting yang mengubah dinamika politik dan keamanan di kawasan.

Kini, perhatian dunia tertuju pada langkah Iran selanjutnya—apakah mereka akan kembali meningkatkan produksi rudal, atau justru menghadapi tekanan baru dari komunitas internasional?

Nyaris Ditelan Hidup-hidup! Pendayung Kayak Dimuntahkan Paus Bungkuk

Kejadian mengerikan menimpa seorang pendayung kayak muda di Selat Magellan, Patagonia, Cile, pada Sabtu (8/2/2025). Seorang pria bernama Adrian Simancas (24 tahun) mengalami pengalaman nyaris tak masuk akal ketika seekor paus bungkuk (Megaptera novaeangliae) tiba-tiba muncul dari dalam air dan menelannya selama beberapa detik sebelum memuntahkannya kembali.

Peristiwa ini terjadi saat Adrian tengah menikmati aktivitas berkayak bersama sang ayah, Dell Simancas. Momen dramatis tersebut berhasil direkam oleh ayahnya dan memperlihatkan bagaimana paus raksasa itu muncul dari permukaan laut dan tanpa sengaja melahap Adrian, sebelum kemudian melepaskannya kembali.

Momen Mencekam: Ditelan dan Dimuntahkan dalam Hitungan Detik

Terdengar suara kepanikan Dell yang berteriak kepada putranya untuk “pegang perahu!” begitu ia kembali muncul ke permukaan. Adrian yang selamat langsung berenang menuju perahu karet ayahnya dan berpegangan sambil mereka menjauh dari lokasi kejadian.

“Saya benar-benar merasa seperti telah ditelan,” kata Adrian dalam rekaman video tersebut. Ia mengungkapkan bagaimana rasanya berada dalam mulut paus selama beberapa detik.

“Saya melihat warna-warna gelap, merasakan sesuatu berlendir di wajah saya, lalu tiba-tiba semuanya gelap dan saya tenggelam. Saya pikir saya akan mati,” ujarnya menggambarkan pengalaman tersebut.

Namun, beruntungnya, jaket pelampung yang dikenakannya membantu Adrian kembali ke permukaan hanya dalam hitungan detik. “Saya merasakan tarikan ke atas, lalu tiba-tiba saya kembali muncul ke air dan mulai menyadari apa yang baru saja terjadi,” tambahnya.

Sang ayah, Dell, awalnya tidak menyadari kejadian itu karena sedang merekam ombak di sekitar mereka. “Saya melihat ada gelombang besar yang tampak menarik, lalu tiba-tiba terdengar suara keras di belakang saya. Saat menoleh, Adrian sudah tidak ada di kayaknya, yang langsung membuat saya panik,” katanya.

Beberapa detik kemudian, Adrian akhirnya muncul ke permukaan, diikuti oleh kayaknya yang terdorong ke atas oleh paus tersebut.

Akankah Mereka Masih Berani Berkayak Lagi?

Saat ditanya apakah kejadian ini membuat mereka kapok berkayak, Adrian dan ayahnya justru memberikan jawaban yang mengejutkan. Mereka serempak berkata, “Tentu saja!”, menunjukkan bahwa insiden menegangkan ini tak membuat mereka trauma untuk kembali menikmati petualangan di laut lepas.

Selat Magellan: Wisata Eksotis dengan Risiko Tak Terduga

Selat Magellan memang terkenal sebagai destinasi wisata yang menawarkan keindahan alam serta flora dan fauna laut yang kaya. Aktivitas berkayak bersama paus bungkuk dan lumba-lumba menjadi daya tarik utama yang banyak ditawarkan oleh agen wisata setempat.

Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), paus bungkuk dikenal sebagai mamalia laut yang aktif di permukaan. Mereka kerap melakukan atraksi melompat keluar dari air dan menampar permukaan laut dengan sirip atau ekor mereka.

Paus ini biasanya memakan krill dan ikan-ikan kecil, sehingga insiden seperti yang dialami Adrian kemungkinan besar terjadi secara tidak sengaja. Meski begitu, peristiwa ini menjadi peringatan bahwa berinteraksi dengan satwa liar di alam bebas tetap memiliki risiko yang tak terduga.

Bagaimana menurut Anda? Beranikah mencoba berkayak di perairan yang dihuni paus bungkuk setelah mendengar kisah ini?