Kesepakatan Hak Mineral: AS dan Ukraina Hampir Capai Titik Temu, Zelenskyy Minta Kejelasan

Amerika Serikat dan Ukraina hampir menyelesaikan kesepakatan yang akan memberikan hak kepada AS atas mineral berharga Ukraina sebagai bentuk kompensasi atas bantuan militer yang diberikan dalam menghadapi invasi Rusia. Menurut laporan dari Wall Street Journal pada Jumat (21/2), perundingan masih berlangsung dan kesepakatan tersebut berpotensi disahkan secepatnya pada Sabtu, meskipun beberapa rincian masih perlu dirampungkan.

Awalnya, Ukraina menolak menandatangani perjanjian ini awal pekan lalu, yang memicu ketegangan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Penolakan ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait potensi renggangnya hubungan antara Washington dan Kiev.

Dalam pidato video pada Jumat malam, Zelenskyy mengonfirmasi adanya perkembangan positif dalam negosiasi tersebut. Ia menegaskan bahwa pembicaraan antara delegasi AS dan Ukraina bertujuan untuk merancang kesepakatan yang adil serta bermanfaat bagi kedua negara.

Usulan ini pertama kali diajukan oleh Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, saat berkunjung ke Kiev pekan lalu. Namun, pihak Ukraina enggan menyetujuinya secara langsung karena merasa perlu melakukan peninjauan lebih lanjut serta meminta jaminan keamanan tambahan. Para pejabat Ukraina mengungkapkan bahwa mereka hanya diberi waktu beberapa jam untuk memeriksa dokumen sebelum usulan itu disampaikan secara resmi.

Presiden Trump menanggapi penolakan awal dari Ukraina dengan pernyataan bahwa mereka “tertarik dengan kesepakatan ini” dan merasa optimis terhadap hasil akhirnya. Namun, ketegangan meningkat setelah Zelenskyy menuduh Trump terpengaruh oleh disinformasi Rusia, yang kemudian dibalas Trump dengan menyebut Zelenskyy sebagai “diktator.”

Sebagai langkah diplomasi, utusan khusus Trump untuk Ukraina, Letnan Jenderal (Purn.) Keith Kellogg, bertemu dengan Zelenskyy di Kiev pada Kamis. Setelah pertemuan itu, Zelenskyy menyatakan bahwa pembicaraan tersebut “membangkitkan harapan” dan memberikan arahan kepada timnya untuk menegosiasikan kesepakatan dengan cepat dan hati-hati.

Di sisi lain, ketegangan ini juga menimbulkan kekhawatiran di antara sekutu AS, yang khawatir bahwa Trump mungkin akan menarik dukungan militer dan finansial dari Ukraina. Padahal, selama tiga tahun terakhir, bantuan dari Washington menjadi faktor penting dalam upaya Ukraina melawan Rusia.

Sementara itu, Trump terus mendorong agar perang Rusia-Ukraina segera diakhiri. Pejabat senior dari AS dan Rusia bahkan telah mengadakan pertemuan di Arab Saudi pada Selasa untuk membahas kemungkinan penyelesaian konflik. Namun, Zelenskyy menanggapi dengan rasa frustrasi karena merasa Ukraina tidak dilibatkan dalam perundingan tersebut. Ia menegaskan bahwa negaranya tidak akan menerima kesepakatan apa pun yang tidak dinegosiasikan secara langsung oleh Kiev.

JD Vance: Ukraina Sulit Menang, Trump Klaim Perang Bisa Dihindari

Wakil Presiden Amerika Serikat, JD Vance, menyatakan bahwa Ukraina tidak memiliki peluang untuk menang dalam konfliknya dengan Rusia, seperti yang telah terlihat sejak perang dimulai tiga tahun lalu. Menurutnya, situasi ini tidak akan terjadi jika Donald Trump masih menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada saat itu.

“Selama tiga tahun, Presiden Trump dan saya telah menyampaikan dua pandangan utama: pertama, perang ini tidak akan pecah jika Presiden Trump masih memimpin; kedua, baik Eropa, pemerintahan Biden, maupun Ukraina tidak memiliki jalan yang jelas menuju kemenangan,” tulis Vance melalui akun media sosial X pada Kamis.

Vance menekankan bahwa Washington sebenarnya memiliki pengaruh besar terhadap kedua pihak dalam konflik ini. Namun, ia menilai bahwa kebijakan pemerintahan Biden yang membiarkan perang terus berlanjut hanya akan berdampak negatif bagi semua pihak, termasuk Eropa dan Amerika Serikat sendiri.

Sementara itu, Donald Trump juga mengkritik Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, atas cara kepemimpinannya dalam menghadapi perang dengan Rusia.

“Saya menyayangi Ukraina, tetapi Zelenskyy telah melakukan pekerjaan yang buruk. Negaranya hancur, dan jutaan orang meninggal sia-sia. Anda tidak bisa mengakhiri perang tanpa berbicara dengan kedua belah pihak. Selama tiga tahun ini, mereka bahkan tidak mencoba untuk berbicara,” ujar Trump.

Trump juga menekankan pentingnya segera mencapai gencatan senjata demi mengembalikan stabilitas di Eropa dan Timur Tengah. Pernyataan ini ia sampaikan dalam sebuah pertemuan puncak investasi asing yang digelar di Miami.