Kelompok perjuangan Palestina, Hamas, mengungkapkan kesiapannya untuk memulai negosiasi dengan Israel terkait kesepakatan menyeluruh yang bertujuan untuk membebaskan semua sandera Israel dengan imbalan gencatan senjata total serta penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza. Khalil Al-Hayya, kepala Hamas di Gaza, menyatakan bahwa kesepakatan parsial mengenai Gaza hanya akan digunakan sebagai kedok politik untuk agenda Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam melanjutkan perang dan tindakan yang dianggap sebagai genosida serta kelaparan.
Al-Hayya menegaskan kesiapan Hamas untuk mencapai kesepakatan penuh, yang mencakup pembebasan sandera, pertukaran tahanan, penghentian perang, penarikan pasukan Israel, dimulainya rekonstruksi Gaza, serta pencabutan blokade. Ia juga menyambut baik dukungan dari utusan khusus AS untuk urusan sandera, Adam Boehler, yang mendukung solusi bersama untuk mengakhiri perang dan masalah sandera.
Lebih dari dua juta warga Gaza kini berada dalam ancaman kelaparan dan genosida akibat blokade yang diberlakukan Israel. Al-Hayya juga menyoroti bahwa Hamas telah menerima tawaran mediator pada akhir Maret, namun Netanyahu menolaknya dan memberikan syarat-syarat yang dinilai tidak masuk akal. Sejak Oktober 2023, lebih dari 51.000 warga Palestina, terutama perempuan dan anak-anak, telah kehilangan nyawa akibat serangan Israel yang brutal.
Israel kini menghadapi tuntutan di Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Gaza, serta kasus genosida di Mahkamah Internasional.