Jepang mencatatkan angka bunuh diri tertinggi di kalangan pelajar pada tahun 2024, menurut data terbaru yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan pada 29 Januari 2025. Jumlah kasus bunuh diri di kalangan siswa, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah, meningkat menjadi 527 kasus, lebih tinggi dibandingkan dengan 513 kasus pada tahun sebelumnya. Namun, secara keseluruhan, jumlah kasus bunuh diri di Jepang menunjukkan penurunan sebesar 7,2 persen, dengan total 20.268 kasus pada tahun 2024, jauh lebih rendah dibandingkan puncaknya pada tahun 2003 yang mencapai 34.427 kasus.
Meski demikian, kasus bunuh diri yang melibatkan individu di bawah usia 20 tahun, termasuk pelajar, sedikit menurun dari 810 kasus pada 2023 menjadi 800 kasus pada 2024. Menyikapi lonjakan tersebut, Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Keiichiro Tachibana, mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam. Ia menyatakan bahwa pemerintah Jepang menganggap masalah ini sebagai isu yang sangat serius dan akan berusaha maksimal untuk melindungi nyawa generasi muda, dengan tujuan menciptakan masyarakat di mana tidak ada yang merasa terpaksa mengakhiri hidupnya.
Kementerian Kesehatan Jepang dijadwalkan untuk merilis analisis lebih lanjut mengenai data ini pada bulan Maret 2024 setelah memperoleh lebih banyak informasi. Fenomena peningkatan angka bunuh diri remaja di Jepang sering kali terjadi pada akhir liburan musim panas, yakni antara Agustus dan September, yang mendorong pemerintah dan media untuk terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mendukung remaja yang mengalami tekanan psikologis. Meskipun penyebab pasti tingginya angka bunuh diri pelajar belum sepenuhnya dipahami, faktor-faktor seperti tekanan akademik, perundungan, masalah sosial, pilihan karier, dan gangguan kesehatan sering kali diidentifikasi sebagai pemicu utama.