Trump Tandatangani Perintah Eksekutif Mengembalikan Penetapan Houthi Sebagai Organisasi Teroris

Pada Rabu, 22 Januari 2025, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menandatangani sebuah perintah eksekutif yang mengembalikan status kelompok militan Houthi yang berbasis di Yaman sebagai “Organisasi Teroris Asing” (Foreign Terrorist Organization/FTO). Langkah ini membatalkan keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Joe Biden empat tahun sebelumnya, yang menghapus Houthi dari daftar tersebut. Dengan perintah eksekutif ini, Trump mengembalikan kebijakan yang pernah diberlakukannya pada masa akhir masa jabatan pertamanya.

Gedung Putih menyatakan dalam sebuah lembar fakta bahwa kebijakan Biden yang dianggap lemah telah memberikan dampak negatif, termasuk serangkaian serangan dari Houthi terhadap kapal perang Angkatan Laut AS, yang terjadi puluhan kali. Selain itu, kelompok tersebut juga dilaporkan menyerang infrastruktur sipil di negara-negara mitra dan menyerang kapal-kapal komersial yang melewati Selat Bab al-Mandeb lebih dari 100 kali. Pemerintahan Trump menganggap tindakan ini sebagai bukti bahwa kebijakan sebelumnya tidak efektif dalam menghadapi ancaman dari Houthi.

Sebagai bagian dari perintah eksekutif ini, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, diberikan arahan untuk memberikan rekomendasi agar penetapan FTO terhadap Houthi mulai berlaku dalam waktu 30 hari. Selain itu, Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) diinstruksikan untuk mengakhiri hubungan dengan entitas yang memberikan dana kepada Houthi atau yang mendukung kelompok tersebut, sambil tetap mengabaikan tindakan terorisme dan pelanggaran yang dilakukan oleh Houthi.

Dengan keputusan ini, pemerintah AS berharap dapat memperkuat upaya internasional dalam memerangi terorisme dan memastikan bahwa kelompok teroris seperti Houthi tidak mendapatkan dukungan atau sumber daya dari pihak manapun.

Olaf Scholz: Jangan Biarkan Ukraina Berjuang Sendiri Melawan Rusia!

Kanselir Jerman Olaf Scholz kembali menegaskan pentingnya mendukung Ukraina di tengah invasi Rusia yang terus berlangsung. Dalam wawancaranya pada Jumat, Scholz menyatakan bahwa dunia tidak boleh meninggalkan Ukraina dalam perjuangannya mempertahankan kedaulatan.

“Rusia telah memulai perang agresi yang brutal dan tanpa ampun terhadap Ukraina, menewaskan dan melukai ratusan ribu orang. Kita harus melakukan segala upaya untuk memastikan Ukraina tetap menjadi negara berdaulat,” ujar Scholz dalam wawancara dengan T-Online.

Scholz menekankan bahwa Jerman mendukung Ukraina secara maksimal, namun dengan tetap berhati-hati agar tidak memicu eskalasi yang dapat memicu konflik antara Rusia dan NATO. Scholz juga menegaskan keputusannya untuk tidak mengirimkan rudal jelajah Taurus ke Ukraina guna menjaga stabilitas kawasan.

Dukungan Militer dan Tantangan Politik
Scholz menyerukan kepada sekutu Barat untuk meningkatkan dukungan militer kepada Ukraina. Ia menekankan bahwa prioritas saat ini adalah memastikan Ukraina tidak ditinggalkan dan terus menerima bantuan persenjataan. Scholz menilai ini adalah waktu yang tepat untuk menciptakan landasan bagi perdamaian yang adil dan berkelanjutan, mengingat Presiden Rusia Vladimir Putin gagal mencapai tujuan perangnya.

Sebagai bentuk dukungan, Jerman baru-baru ini mengumumkan paket bantuan militer besar yang mencakup 15 tank Leopard 1 A5, dua tank antipesawat Gepard, satu howitzer bergerak sendiri, dua sistem antipesawat Iris-T, serta dua peluncur rudal Patriot. Langkah ini memperkuat posisi Jerman sebagai pendukung terbesar kedua Ukraina setelah Amerika Serikat.

Krisis Politik di Dalam Negeri
Scholz menghadapi tantangan politik setelah kalah dalam mosi tidak percaya pada 16 Desember 2024. Ia kini memimpin pemerintahan minoritas setelah koalisi tiga partai yang dipimpinnya runtuh akibat konflik internal. Pemilu Jerman yang dijadwalkan pada 23 Februari 2025 akan membahas sejumlah isu utama, termasuk imigrasi, ekonomi, dan dukungan terhadap Ukraina.

Sementara itu, kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden Amerika Serikat telah menimbulkan tanda tanya tentang kelanjutan bantuan militer dan keuangan untuk Ukraina. Trump, yang mengklaim mampu mengakhiri perang dengan cepat, mempertanyakan komitmen Amerika dalam mendukung Ukraina.

Di tengah dinamika ini, Scholz menegaskan pentingnya solidaritas internasional untuk memastikan Ukraina tidak ditinggalkan dan tetap mampu melawan agresi Rusia.