Pejabat Israel Usulkan Zona Penyangga Keamanan Di Beit Hanoun Untuk Stabilitas Wilayah

Pejabat militer Israel mengusulkan pembentukan zona penyangga keamanan di Beit Hanoun, sebuah kota di Jalur Gaza utara. Usulan ini muncul sebagai langkah strategis untuk meningkatkan keamanan di wilayah tersebut, yang selama ini menjadi titik panas konflik antara Israel dan Palestina. Ini menunjukkan bahwa Israel berupaya untuk mengontrol situasi di daerah yang berdekatan dengan pemukiman mereka.

Zona penyangga yang diusulkan akan mencakup area tinggi di Beit Hanoun yang menghadap langsung ke pemukiman Israel, seperti Sderot. Menurut laporan media Israel, pejabat militer percaya bahwa pembentukan zona ini dapat mencegah warga Gaza kembali ke bagian tertentu dari Beit Hanoun di masa depan. Ini mencerminkan upaya Israel untuk memperkuat pengawasan dan kontrol atas wilayah yang dianggap berisiko.

Usulan ini menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk warga Palestina yang melihatnya sebagai upaya untuk memaksa pengusiran penduduk lokal dan memperluas kontrol Israel atas wilayah tersebut. Sejak dimulainya operasi militer besar-besaran pada Oktober 2024, banyak warga Gaza telah kehilangan rumah mereka dan menghadapi kesulitan dalam mendapatkan bantuan kemanusiaan. Ini menunjukkan bahwa kebijakan keamanan sering kali berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat sipil.

Israel telah melanjutkan operasi militer di Gaza dengan alasan untuk mencegah Hamas melakukan serangan lebih lanjut. Namun, banyak pihak internasional menganggap tindakan ini sebagai bentuk agresi yang merugikan warga sipil. Situasi di Gaza semakin memburuk dengan laporan tentang jumlah korban jiwa yang terus meningkat, termasuk wanita dan anak-anak. Ini mencerminkan tantangan besar dalam mencapai solusi damai di kawasan tersebut.

Usulan pembentukan zona penyangga ini juga menarik perhatian komunitas internasional. Banyak negara dan organisasi hak asasi manusia menyerukan agar Israel menghentikan tindakan yang dianggap melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia. Mereka menekankan pentingnya dialog dan negosiasi untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan antara Israel dan Palestina. Ini menunjukkan bahwa penyelesaian konflik memerlukan kerjasama dari semua pihak terkait.

Dengan usulan zona penyangga keamanan ini, semua pihak kini diajak untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas jangka panjang di wilayah tersebut. Meskipun langkah-langkah keamanan diperlukan, penting untuk memastikan bahwa hak-hak warga sipil dihormati dan dilindungi. Ini menjadi momen penting bagi pemimpin regional dan internasional untuk bekerja sama dalam mencari solusi damai yang dapat mengakhiri siklus kekerasan di Gaza.

Israel Kepung Rumah Sakit Indonesia, Relawan MER-C Telah Pindah ke Gaza Tengah

Seluruh relawan dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia dilaporkan telah lama meninggalkan Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Pembina MER-C Indonesia, Sarbini Abdul Murad, yang mengonfirmasi situasi tersebut di tengah pengepungan yang dilakukan oleh pasukan militer Israel (IDF) pada Selasa (24/12/2024).

Menurut Sarbini, relawan MER-C Indonesia kini telah berpindah ke kawasan Deir Al Balah, Gaza Tengah, untuk terus memberikan layanan medis di wilayah tersebut. “Saat ini, ada tujuh relawan yang masih melaksanakan tugas kemanusiaan di Deir Al Balah,” tambahnya.

Sarbini sebelumnya juga mengungkapkan bahwa tujuh relawan yang dimaksud dipaksa meninggalkan RS Indonesia di Gaza Utara pada Jumat (6/12/2024) dan kemudian dipindahkan untuk bertugas di rumah sakit umum di Deir Al Balah. Ketujuh relawan tersebut terdiri dari dokter spesialis, perawat, dan tenaga non-medis, antara lain dr. Faradina Sulistyani Sp.B, dr. Taufiq Nugroho Sp.OT, dr. Regintha Yasmeen Sp.OG, perawat Kamal Putra Pratama dan Nadia Rosi, serta dua tenaga non-medis, Marissa Noriti dan Edy Wahyudi.

Sarbini menambahkan bahwa saat ini MER-C tidak lagi berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia, melainkan langsung dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebelumnya, IDF mengepung RS Indonesia sambil melancarkan serangan ke Gaza Utara, memaksa seluruh pasien, staf medis, dan warga sipil yang mengungsi di rumah sakit untuk meninggalkan tempat tersebut dan pindah ke Kota Gaza. Untuk alasan keselamatan, pihak rumah sakit akhirnya memutuskan untuk memindahkan para dokter asing dari zona berbahaya tersebut.