China Kritik AS Soal Tuduhan Asal-Usul COVID-19

Pemerintah China kembali mengkritik Amerika Serikat (AS) atas upaya mereka yang terus mempolitisasi isu asal-usul wabah COVID-19. Seorang juru bicara dari Komisi Kesehatan Nasional (NHC) China menyampaikan bahwa tuduhan AS yang mengaitkan wabah dengan kebocoran dari laboratorium Wuhan sama sekali tidak berdasar dan sepenuhnya tidak didukung oleh bukti ilmiah yang valid. Juru bicara tersebut menilai bahwa argumen yang disampaikan oleh AS mengenai asal-usul virus ini sepenuhnya dibuat-buat dan tidak memiliki dasar yang sah.

China menilai bahwa tindakan berulang dari AS untuk mengalihkan tanggung jawab dan mencoreng nama baik China terkait dengan pandemi ini hanya menunjukkan niat AS untuk mempolitisasi isu ilmiah dan menggunakan wabah sebagai alat untuk membatasi China. Menurut juru bicara tersebut, bukti yang berkembang menunjukkan bahwa virus ini mungkin telah muncul di AS lebih awal dari yang diperkirakan, dan oleh karena itu, tahap penelusuran selanjutnya harusnya dilakukan di negara tersebut. China juga mengingatkan bahwa sudah banyak penelitian ilmiah yang dilakukan untuk mencari tahu asal-usul virus, dan sebagian besar menunjukkan bahwa teori kebocoran laboratorium tidak memiliki bukti yang kuat.

Pemerintah China juga menegaskan bahwa AS harus berhenti membuat tuduhan tanpa dasar dan menjalankan kampanye yang merugikan nama baik negara lain. “Kami mendesak AS untuk bertanggung jawab atas masalah yang mereka hadapi, serta memberikan penjelasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada komunitas internasional dan dunia,” tambah juru bicara itu. Tindakan ini diharapkan dapat mengakhiri spekulasi yang tidak berdasar dan menjaga fokus pada upaya global dalam mengatasi pandemi COVID-19.

Ajaib! Pasangan Ini Tak Tahu Pandemi Covid-19 Saat Berlayar di Laut

Pada tahun 2017, Elena Manighetti dan Ryan Osborne, pasangan asal Manchester, Inggris, mengambil keputusan besar dalam hidup mereka: berhenti bekerja, membeli sebuah kapal, dan memulai petualangan keliling dunia. Mereka terus berkomunikasi dengan keluarga, tetapi dengan satu syarat tegas: mereka tidak ingin mendengar berita buruk.

Perjalanan mereka dimulai dengan berlayar melintasi Samudra Atlantik, menuju Karibia dari Kepulauan Kanari. Namun, tanpa mereka sadari, saat itu virus corona mulai menyebar secara global. Pada pertengahan Maret, ketika pasangan ini berencana berlabuh di sebuah pulau kecil di Karibia, mereka baru menyadari betapa besar dampak pandemi yang tengah melanda dunia.

“Kami pertama kali mendengar tentang virus di China pada Februari. Namun informasi yang kami terima sangat terbatas, dan kami pikir saat kami tiba di Karibia, semuanya akan baik-baik saja,” kata Elena. Namun kenyataannya, situasi jauh lebih buruk dari yang mereka bayangkan. Mereka baru mengetahui bahwa hampir seluruh negara telah menutup perbatasan, termasuk wilayah yang mereka tuju di Karibia.

Selama berlayar, pasangan ini hampir tidak memiliki akses ke internet dan tidak terhubung dengan keluarga atau teman-teman. Mereka hanya diberi tahu oleh kontak darat mereka bahwa perbatasan di banyak negara sudah ditutup. “Kami meminta untuk tidak diberitahu tentang berita buruk,” ungkap Elena, yang keluarganya berada di Lombardy, Italia, salah satu daerah yang paling terdampak oleh pandemi.

Upaya pertama mereka untuk berlabuh di wilayah Prancis di Karibia harus gagal karena pelabuhan tersebut menutup akses masuk bagi kapal asing. Setelah itu, mereka berlayar menuju Granada, mencari sinyal telepon yang lebih baik. “Kami akhirnya bisa menghubungi seorang teman di San Vincente yang memberi tahu bahwa kami mungkin ditolak masuk karena kewarganegaraan kami. Meskipun sudah berbulan-bulan saya tidak berada di Italia,” ujar Elena.

Beruntungnya, pasangan ini dapat menunjukkan bukti perjalanan mereka menggunakan sinyal GPS, yang akhirnya membantu mereka mendapatkan izin untuk mendarat di San Vincente. Mereka bisa kembali menapakkan kaki di daratan setelah berbulan-bulan berada di laut tanpa mengetahui sepenuhnya keadaan dunia.

Di sisi lain, Elena sangat terkejut saat mendengar kabar mengenai dampak pandemi di kampung halamannya di Lombardy. “Ayah saya mengirimkan artikel tentang kondisi di Lombardy, dan saya sangat terkejut mengetahui betapa parahnya situasi di sana. Kota kami kehabisan peti mati, dan banyak yang meninggal dunia,” ujar Elena dengan suara bergetar.

Kini, pasangan ini berada di Bequia, San Vincente, Karibia. Meskipun mereka merasa lebih aman, Elena dan Ryan tidak tahu berapa lama mereka bisa tinggal di sana mengingat ketidakpastian pandemi yang masih berlangsung. “Kami tidak ingin meninggalkan San Vincente sekarang. Tidak ada tempat lain yang buka. Kami akan bertahan di sini, namun kami berharap bisa melanjutkan perjalanan sebelum musim badai datang pada bulan Juni,” tambah Ryan.

Sementara itu, pasangan ini menyadari sepenuhnya risiko yang mereka hadapi. Terkurung di antara badai alam dan pandemi global, perjalanan mereka kini lebih penuh dengan ketidakpastian dan tantangan, meskipun semangat petualangan mereka tetap terjaga.