Seruan Uni Eropa: Konflik Israel-Hamas Harus Diselesaikan Melalui Diplomasi

Uni Eropa kembali menyerukan agar konflik antara Israel dan Hamas diselesaikan melalui jalur negosiasi. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, dalam konferensi pers bersama Kepala Otoritas Luar Negeri Israel, Gideon Saar, pada Senin (24/3). Uni Eropa menegaskan bahwa meskipun Israel memiliki hak untuk membela diri, setiap tindakan militer harus tetap “proporsional” dan menghindari korban dari kalangan sipil.

Gideon Saar dalam pertemuan tersebut menegaskan bahwa Israel terbuka untuk mengakhiri konflik melalui diplomasi, namun menurutnya pihak Palestina tidak menunjukkan kerja sama yang diperlukan, sehingga memaksa Israel untuk mengambil tindakan militer. Saar juga menyebutkan bahwa perang dapat segera berakhir jika Hamas bersedia membebaskan semua sandera Israel dan meninggalkan Jalur Gaza.

Di tengah upaya diplomasi, pasukan Israel kembali melancarkan serangan ke Jalur Gaza sejak Selasa (18/3). Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa serangan ini merupakan tanggapan terhadap penolakan Hamas terhadap proposal Amerika Serikat yang bertujuan memperpanjang gencatan senjata serta melanjutkan pembebasan sandera.

Sebelumnya, gencatan senjata antara kedua pihak telah berlangsung sejak 19 Januari, tetapi berakhir pada 1 Maret. Meski ada upaya mediasi untuk mempertahankan ketenangan, pertempuran kembali berkobar pada 2 Maret setelah Israel melarang masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan meningkatkan tekanan terhadap Hamas karena menolak rencana perdamaian baru yang diusulkan oleh AS.

Palestina Desak PBB Hentikan Blokade Israel yang Sebabkan Kelaparan di Gaza

Situasi kemanusiaan di Jalur Gaza semakin memburuk seiring dengan berlanjutnya blokade yang diterapkan oleh Israel. Warga Palestina menghadapi kesulitan ekstrem dalam memperoleh kebutuhan dasar, sementara fasilitas kesehatan di wilayah tersebut semakin kewalahan akibat terbatasnya pasokan medis dan tenaga medis yang terus berkurang. Banyak rumah sakit dilaporkan tidak dapat beroperasi dengan maksimal karena kurangnya listrik dan bahan bakar untuk menjalankan peralatan medis.

Pemerintah Palestina menyoroti bagaimana blokade ini tidak hanya berdampak pada kebutuhan pokok, tetapi juga mengancam keselamatan ribuan anak-anak dan perempuan yang menjadi kelompok paling rentan dalam konflik ini. Organisasi kemanusiaan yang berusaha menyalurkan bantuan ke Gaza menghadapi berbagai kendala akibat ketatnya pembatasan yang diberlakukan Israel.

Sementara itu, berbagai negara dan lembaga internasional telah menyuarakan keprihatinan mereka terhadap krisis yang terjadi. PBB dan beberapa organisasi kemanusiaan mendesak Israel untuk membuka jalur bantuan dan memberikan akses bagi lembaga medis guna mengurangi penderitaan warga Gaza. Namun, hingga saat ini, belum ada langkah nyata yang diambil untuk mengakhiri blokade tersebut.

Dengan semakin mendesaknya situasi, Palestina terus meminta komunitas internasional untuk menekan Israel agar menghormati hukum humaniter internasional dan mengizinkan distribusi bantuan tanpa hambatan. Mereka juga mengingatkan bahwa jika kondisi ini terus berlanjut, dampak jangka panjangnya dapat semakin memperburuk stabilitas di kawasan dan mengancam kehidupan lebih banyak warga sipil yang tidak bersalah.