Baku Tembak di Garis Kontrol, Dua Teroris Tewas di Jammu dan Kashmir

Pada 23 April 2025, pasukan keamanan India berhasil menggagalkan upaya penyusupan oleh kelompok teroris yang mencoba memasuki wilayah Jammu dan Kashmir melalui garis kontrol (LoC) dengan Pakistan. Insiden ini terjadi di daerah Sarjeevan, Uri Nala, Baramulla, di mana dua hingga tiga teroris tak dikenal terlibat dalam baku tembak sengit dengan pasukan penjaga di garis kontrol. Dalam pertempuran tersebut, sejumlah besar senjata, amunisi, dan perlengkapan tempur lainnya berhasil disita.

Peristiwa ini terjadi hanya sehari setelah serangan teroris di dekat kota Pahalgam, Jammu dan Kashmir, yang mengakibatkan 28 orang tewas, termasuk warga negara asing. Kelompok yang bertanggung jawab atas serangan tersebut adalah Resistance Front, yang berafiliasi dengan kelompok teroris Lashkar-e-Taiba. Mereka menembaki wisatawan yang sedang menunggang kuda, mengakibatkan banyak korban jiwa.

Menjelang ritual ziarah massal ke gua Amarnath, yang dijadwalkan berlangsung mulai 3 Juli 2025, pejabat setempat mengungkapkan kekhawatiran atas situasi yang mencekam. Ziarah ini diperkirakan akan menarik puluhan ribu peziarah. Wilayah Jammu dan Kashmir sendiri tetap menjadi kawasan yang dipersengketakan antara India dan Pakistan, serta India dan China, yang masing-masing memiliki klaim atas sebagian besar wilayah tersebut.

Pada 2019, India mengambil langkah kontroversial dengan membagi negara bagian Jammu dan Kashmir menjadi dua wilayah persatuan, yakni Jammu dan Kashmir, serta Ladakh, dengan mencabut Pasal 370 yang memberikan status khusus bagi wilayah tersebut. Keputusan ini mendapat penolakan dari Pakistan dan sebagian besar penduduk Muslim di daerah itu. Selain itu, India dan China juga terlibat dalam sengketa wilayah perbatasan yang masih belum menemukan penyelesaian resmi, dengan hanya memiliki Garis Kontrol Aktual (LAC) yang ditetapkan setelah perang perbatasan pada 1962.

Korea Utara Kecam Israel Atas Serangan Gaza dan Ambisi Terhadap Palestina

Korea Utara pada Kamis (17/4) menuduh Israel secara terbuka berusaha merebut wilayah Palestina, sekaligus mengecam serangan terbaru yang dilakukan oleh militer Israel ke Jalur Gaza. Tuduhan ini muncul setelah serangan mematikan yang dilancarkan oleh Israel pada 18 Maret, yang menggagalkan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan dengan pejuang Hamas yang telah berlangsung sejak Januari.

Dalam pernyataan yang dirilis oleh kantor berita pemerintah Korea Utara, KCNA, negara tersebut mengecam Israel yang dianggap menyimpan ambisi untuk mencaplok wilayah Palestina dan mendominasi kawasan tersebut. Selain itu, KCNA juga menuding Amerika Serikat sebagai pihak yang memerintahkan pendudukan penuh Gaza oleh Israel, merujuk pada pernyataan mantan Presiden AS Donald Trump yang mengindikasikan bahwa Gaza akan diserahkan kepada AS setelah perang berakhir.

Serangan Israel yang dianggap sembrono ini, menurut KCNA, menunjukkan dengan jelas siapa yang bertanggung jawab atas rusaknya perdamaian dan stabilitas global. Sejak dimulainya serangan brutal pada Oktober 2023, lebih dari 51.000 warga Palestina telah tewas di Gaza, dengan mayoritas korban merupakan perempuan dan anak-anak. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait agresi di wilayah Gaza.

Lebanon Selatan: Idul Fitri yang Terpaut oleh Konflik dan Ketegangan

Idul Fitri tahun ini di Lebanon selatan terasa sangat berbeda, karena kota-kota dan desa-desa terus menjadi sasaran serangan udara Israel meskipun sudah ada perjanjian gencatan senjata. Sebagai ganti perayaan kemenangan yang biasanya meriah, sebagian besar warga menghabiskan liburan dengan rasa khawatir, berdoa untuk keluarga dan teman-teman yang telah meninggal dalam pertempuran yang berlangsung tanpa henti. Kehidupan sehari-hari yang biasa dipenuhi dengan kemeriahan perayaan kini berubah drastis, di mana banyak orang lebih memilih untuk tetap di rumah dan menjaga diri. Kota-kota yang sebelumnya menjadi pusat kegiatan kini tampak sepi, dengan sebagian besar rumah hancur akibat serangan. Meskipun ada harapan akan kedamaian, ketegangan yang terus melanda membuat suasana Idul Fitri terasa sangat berbeda. Beberapa keluarga bahkan tidak bisa merayakan perayaan ini dengan cara tradisional, karena mereka harus berlindung dari ancaman serangan yang belum ada titik akhirnya. Warga lebih fokus pada keselamatan pribadi mereka serta mengenang mereka yang telah hilang dalam pertempuran yang tak berkesudahan. Selain itu, kekhawatiran akan masa depan yang semakin tidak pasti semakin menambah beban psikologis bagi masyarakat. Idul Fitri kali ini bukan hanya sekedar perayaan, tetapi juga sebuah momen refleksi atas penderitaan yang dialami oleh masyarakat Lebanon selatan akibat konflik yang belum menemui titik terang. Sebuah peringatan pahit bahwa kebahagiaan dan kedamaian tampaknya sangat sulit dicapai dalam kondisi yang penuh dengan ketegangan dan kekerasan.

AS Setujui Penjualan Senjata ke Israel di Tengah Ketegangan di Gaza

Amerika Serikat kembali menyetujui penjualan senjata ke Israel dengan nilai mencapai 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp48,9 triliun. Departemen Luar Negeri AS telah memberi tahu Kongres mengenai transaksi ini, yang mencakup berbagai amunisi, perangkat pemandu, serta buldoser Caterpillar D9. Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS mengonfirmasi bahwa bagian terbesar dari kesepakatan ini senilai 2,04 miliar dolar AS mencakup 35.529 bom serbaguna MK 84 atau BLU-117 serta 4.000 hulu ledak penetrator I-2000. Selain itu, paket lainnya senilai 675,7 juta dolar AS terdiri dari bom MK 83, BLU-110, dan perangkat pemandu JDAM, dengan pengiriman diperkirakan mulai 2028. Israel juga akan menerima buldoser D9R dan D9T Caterpillar seharga 295 juta dolar AS, yang dijadwalkan tiba pada 2027.

Pemerintahan Trump menegaskan bahwa kesepakatan ini merupakan langkah strategis untuk mempertahankan Israel dari ancaman regional, sejalan dengan kepentingan nasional AS dalam mendukung sekutunya. Persetujuan penjualan senjata ini terjadi di saat fase pertama gencatan senjata di Gaza berakhir pada Sabtu malam, sementara negosiasi untuk kelanjutan perjanjian tengah berlangsung di Kairo. Sejak bulan lalu, gencatan senjata dan pertukaran tahanan telah menghentikan sementara konflik yang telah menewaskan lebih dari 48.300 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak, serta menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.

Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Pemimpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Kepala Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas agresinya di wilayah tersebut.

Ledakan Mematikan di Bukavu: Ketegangan Memuncak di Republik Demokratik Kongo

Situasi di Bukavu, Republik Demokratik Kongo timur, semakin mencekam setelah serangkaian ledakan mengguncang kota tersebut pada Kamis (27/2). Insiden tragis ini menewaskan sedikitnya 11 orang dan melukai 65 lainnya. Kejadian itu berlangsung tidak lama setelah aksi demonstrasi politik yang digelar untuk mendukung kelompok bersenjata Gerakan 23 Maret (M23).

Ledakan terjadi di beberapa titik strategis kota, menyebabkan kepanikan di kalangan masyarakat. Menurut saksi mata, suara dentuman keras terdengar berturut-turut, diikuti oleh kepulan asap tebal dan teriakan warga yang berlarian mencari perlindungan. Otoritas setempat segera merespons dengan mengamankan lokasi dan mengevakuasi para korban ke fasilitas medis terdekat. Hingga kini, belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut, namun dugaan sementara mengarah pada ketegangan yang meningkat antara kelompok bersenjata dan pemerintah.

Para pejabat setempat mengecam insiden ini dan menyerukan penyelidikan mendalam guna mengungkap pelaku di balik serangan tersebut. Di sisi lain, masyarakat masih dihantui ketakutan akan kemungkinan serangan susulan, mengingat eskalasi konflik yang semakin memanas di wilayah tersebut.

Peristiwa ini menjadi pengingat betapa rapuhnya situasi keamanan di Kongo timur, di mana konflik berkepanjangan terus mempengaruhi kehidupan warga sipil. Ketidakstabilan politik serta kehadiran kelompok bersenjata menjadikan kawasan ini sebagai salah satu wilayah dengan risiko konflik tertinggi di Afrika. Masyarakat internasional pun diharapkan dapat memberikan perhatian lebih terhadap situasi di Kongo demi mencegah tragedi serupa terjadi di masa mendatang.

Gelombang Ketujuh Pertukaran Tahanan: Israel Bebaskan Puluhan Warga Palestina

Israel membebaskan puluhan warga Palestina dari Penjara Ofer pada Kamis pagi waktu setempat. Bus yang mengangkut para tahanan tiba di kota Beitunia, sebelah barat Ramallah, dan melanjutkan perjalanan menuju Istana Kebudayaan di Ramallah, di mana keluarga mereka telah menunggu dengan penuh harapan. Proses pembebasan ini berlangsung di bawah pengawalan ketat dari tim Palang Merah Internasional untuk memastikan keamanan para tahanan yang dibebaskan.

Menurut laporan Kantor Informasi Tahanan Hamas, dari total 620 tahanan yang dijadwalkan akan dibebaskan, sebanyak 43 orang di antaranya akan kembali ke wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem. Pembebasan ini merupakan bagian dari gelombang ketujuh dalam kesepakatan pertukaran tahanan yang sebelumnya tertunda antara Hamas dan Israel. Kesepakatan ini diharapkan dapat mengurangi ketegangan yang terus meningkat di wilayah konflik, meskipun situasi di lapangan masih jauh dari stabil.

Sementara itu, seorang sumber keamanan Israel mengungkapkan bahwa pada Rabu malam, kendaraan Palang Merah Internasional telah bergerak menuju titik penjemputan guna menerima jenazah empat sandera Israel dari Jalur Gaza. Informasi ini dikonfirmasi oleh otoritas penyiaran publik Israel, KAN, yang mengutip sumber anonim tanpa memberikan rincian lebih lanjut mengenai proses pemulangan jenazah tersebut.

Pertukaran tahanan ini menjadi bagian dari langkah diplomasi yang telah lama diupayakan oleh berbagai pihak untuk meredakan ketegangan di kawasan tersebut. Meskipun demikian, konflik antara Israel dan Palestina masih jauh dari kata usai, dengan perundingan yang terus berlanjut guna mencapai solusi yang lebih permanen.

Ketegangan di Jalur Gaza Kembali Memanas di Tengah Gencatan Senjata

Militer Israel pada Minggu mengumumkan peningkatan kesiapan pasukannya di sekitar Jalur Gaza menyusul meningkatnya ketegangan meski gencatan senjata masih berlaku. Dalam pernyataannya, tentara Israel menegaskan bahwa keputusan ini diambil setelah melakukan evaluasi situasi terbaru, meskipun tidak ada perubahan dalam pedoman yang diberikan oleh Komando Front Dalam Negeri.

Di sisi lain, pembatasan yang sebelumnya diberlakukan di komunitas perbatasan Gaza telah dicabut, memungkinkan aktivitas kembali normal di wilayah tersebut. Ketegangan semakin meningkat setelah Israel menunda pembebasan 620 tahanan Palestina, yang merupakan bagian dari kesepakatan pertukaran dengan Hamas. Sebagai bagian dari perjanjian ini, Hamas telah lebih dulu membebaskan enam tawanan Israel. Namun, Israel mengklaim bahwa penundaan itu terjadi akibat “penyerahan sandera yang dianggap memalukan.”

Sebagai reaksi atas penundaan tersebut, Hamas memutuskan untuk menangguhkan seluruh proses negosiasi, menegaskan bahwa pembebasan tahanan Palestina harus dilakukan sebelum pembicaraan lebih lanjut dengan Israel melalui mediator. Pemimpin Hamas, Mahmoud Mardawi, menegaskan bahwa tidak akan ada negosiasi lanjutan sebelum kesepakatan yang telah disepakati dijalankan.

Sementara itu, tekanan internasional terhadap Israel terus meningkat. Mahkamah Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Selain itu, Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional terkait operasi militernya di wilayah tersebut. Situasi ini menunjukkan bahwa ketegangan di Gaza masih jauh dari mereda dan berpotensi terus memburuk dalam waktu dekat.

Serangan Israel di Gaza: Warga yang Kembali ke Rumah Diserang, 10 Jenazah Ditemukan

Pada Selasa pagi, tank-tank militer Israel kembali melepaskan tembakan kepada warga Gaza yang berusaha kembali ke rumah mereka di lingkungan Zeitoun, yang terletak di selatan Kota Gaza. Berdasarkan laporan dari Kantor Berita Palestina WAFA, pasukan pendudukan menembaki warga saat mereka mencoba pulang ke rumah mereka di sekitar Sekolah Khalil al-Nubani.

Selain itu, pasukan Israel juga melakukan tembakan di sekitar perbatasan timur laut Kota Khan Yunis, yang terletak di Jalur Gaza selatan. Serangan ini semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang semakin genting di Gaza.

Di sisi lain, Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan bahwa pada Senin (27/1), mereka berhasil mengevakuasi 10 jenazah yang sudah membusuk dari berbagai lokasi di sepanjang Jalan Rashid di Gaza. Pada hari yang sama, sejumlah pengungsi mulai kembali ke wilayah utara Gaza dengan berjalan kaki setelah menghabiskan dua malam di luar di Jalan Rashid dan Jalan Salah al-Din. Mereka berharap pasukan Israel akan mengizinkan mereka kembali ke rumah setelah dipaksa untuk mengungsi ke wilayah selatan.

Akibat agresi Israel sejak 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025, lebih dari 158.000 warga Gaza tewas atau terluka, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak dan perempuan. Lebih dari 14.000 orang masih dilaporkan hilang, sementara 85 persen penduduk Gaza, yang berjumlah lebih dari 1,93 juta, terpaksa meninggalkan rumah mereka yang hancur. Sekitar 100.000 orang juga telah melarikan diri dari Gaza sejak awal agresi. Saat ini, hampir 1,6 juta orang Gaza tinggal di tempat pengungsian yang tidak memadai, sementara infrastruktur dan properti warga hancur parah.

Israel dan Lebanon Sepakati Perpanjangan Batas Waktu Penarikan Pasukan, AS Berikan Bantuan Keamanan

Amerika Serikat mengumumkan pada Minggu, 26 Januari, bahwa Israel dan Lebanon telah sepakat untuk memperpanjang batas waktu penarikan pasukan Israel dari Lebanon selatan hingga 18 Februari. Keputusan ini diambil setelah Israel meminta tambahan waktu lebih dari 60 hari dari tenggat waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan utama dari perpanjangan ini adalah untuk memastikan stabilitas yang lebih baik dan berkelanjutan antara kedua negara, terutama setelah ketegangan yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir.

Gedung Putih menyatakan bahwa perpanjangan ini juga mencakup pembicaraan mengenai pembebasan tahanan Lebanon yang telah ditangkap oleh Israel setelah 7 Oktober 2023. Ini merupakan langkah penting dalam usaha untuk mengurangi ketegangan lebih lanjut dan menciptakan jalan bagi dialog yang konstruktif di masa depan. Selain itu, Amerika Serikat berkomitmen memberikan bantuan keamanan senilai 117 juta dolar AS (sekitar Rp1,9 triliun) kepada Lebanon untuk mendukung pelaksanaan gencatan senjata dengan Israel dan memperkuat stabilitas di wilayah tersebut.

Meski gencatan senjata telah disepakati, Israel dilaporkan melakukan delapan pelanggaran terhadap gencatan senjata tersebut dalam pekan sebelumnya. Dengan pelanggaran ini, total pelanggaran yang terjadi sejak gencatan senjata diberlakukan telah mencapai 629 kali. Gencatan senjata ini awalnya ditujukan untuk mengakhiri baku tembak yang dimulai antara Israel dan kelompok Hizbullah pada 8 Oktober 2023. Ketegangan ini kemudian berkembang menjadi konflik yang lebih besar pada 23 September 2023. Meskipun ada kemajuan dalam negosiasi, ketegangan di perbatasan tetap tinggi, dan upaya perdamaian harus terus diperkuat untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.