Korut Ancaman Balas Dendam Terhadap AS Setelah Latihan Militer Gabungan

Korea Utara (Korut) kembali menegaskan ancaman balasan yang lebih keras terhadap Amerika Serikat, dengan pernyataan tegas yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Korut pada hari Minggu. Pernyataan ini muncul setelah latihan udara gabungan yang berlangsung selama empat hari antara Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat pekan lalu. Korut merasa latihan militer ini merupakan langkah yang melanggar kedaulatan mereka, serta menambah ketegangan di kawasan tersebut. Sebagai respons terhadap provokasi ini, Korut menyatakan akan melakukan aksi balasan yang lebih intensif apabila AS terus mengabaikan hak dan kepentingan keamanan negara mereka.

Ancaman ini muncul setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan pujian kepada Kim Jong Un sebagai “pria cerdas” dan menyatakan niatnya untuk melakukan kontak dengan pemimpin Korut tersebut. Namun, Korut mengingatkan bahwa niat baik dari pihak AS tersebut tidak akan mengubah sikap mereka jika AS tetap melakukan tindakan yang dianggap merugikan.

Latihan udara gabungan antara AS, Korsel, dan Jepang baru-baru ini juga disebut sebagai “tantangan serius” yang mengancam perdamaian di Semenanjung Korea. Korut menganggap tindakan tersebut sebagai ketidakseimbangan kekuatan yang perlu dihadapi dengan tindakan yang lebih keras. Mereka mengingatkan bahwa hak kedaulatan negara dan stabilitas kawasan harus dijaga dengan tegas.

Korut menegaskan bahwa balasan yang akan mereka lakukan bertujuan untuk melindungi keamanan nasional dan menciptakan kondisi yang lebih stabil dan damai di kawasan tersebut, terutama untuk menghindari ketegangan yang lebih besar dengan AS dan sekutunya.

Dua Tentara Korea Utara Ditangkap di Ukraina, Mengira Dikirim untuk Latihan Militer

Pada Sabtu (11/1), Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan bahwa dua tentara Korea Utara yang terluka berhasil ditangkap oleh pasukan militer Ukraina di wilayah Kursk, Rusia. Penyelidikan terhadap keduanya sedang berlangsung, dengan Dinas Keamanan Ukraina (SBU) memimpin pemeriksaan. Salah satu tentara yang ditangkap mengaku mengira dirinya dikirim ke Ukraina untuk menjalani latihan militer, bukan untuk berperang.

Pemeriksaan terhadap kedua tentara tersebut dilakukan dengan bantuan Dinas Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan yang menyediakan penerjemah Bahasa Korea, karena kedua tentara tersebut tidak dapat berkomunikasi dalam bahasa Ukraina, Rusia, atau Inggris. Salah satu dari mereka ditemukan memegang kartu identitas militer Rusia yang terdaftar atas nama orang lain, yang ia terima setelah ikut serta dalam latihan militer bersama Rusia pada musim gugur lalu.

Salah satu tentara yang ditangkap, yang dilaporkan lahir pada 2005, mengklaim telah bertugas di militer Korea Utara sejak 2021. Sedangkan tentara lainnya, yang lahir pada 1999, adalah seorang penembak jitu pengintai yang sudah bertugas sejak 2016. Kedua tentara ini ditemukan dalam kondisi terluka, dengan beberapa bagian tubuh mereka diperban, dan segera mendapat pertolongan medis setelah penangkapan. SBU memastikan bahwa penahanan mereka dilakukan sesuai dengan hukum internasional.

Dinas intelijen Korea Selatan kemudian mengonfirmasi penangkapan tersebut dan menambahkan bahwa salah satu tentara yang ditangkap mengungkapkan bahwa banyak tentara Korea Utara yang menjadi korban dalam konflik di Ukraina. Berdasarkan laporan sebelumnya, diperkirakan Korea Utara telah mengirim sekitar 11.000 tentara untuk mendukung Rusia dalam perangnya melawan Ukraina, dengan sejumlah besar tentara dilaporkan tewas dan terluka di medan perang.