Eskalasi Konflik di Suriah: 237 Orang Tewas dalam Bentrokan Sengit

Sejak meningkatnya ketegangan militer di wilayah pesisir Suriah pada Kamis (6/3), sedikitnya 237 orang dilaporkan tewas dalam bentrokan yang terus meluas. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa korban terdiri dari personel militer, pejuang oposisi, dan warga sipil. Pasukan pemerintah melancarkan operasi besar-besaran untuk menumpas sisa-sisa faksi militer dari rezim sebelumnya di provinsi Latakia, Tartous, dan Hama. Situasi ini bermula dari serangan mendadak kelompok bersenjata terhadap pasukan pemerintah, termasuk pos pemeriksaan dan markas utama yang berada di sepanjang garis pantai.

Seiring berjalannya waktu, intensitas pertempuran semakin meningkat, dan jumlah korban terus bertambah. Hingga Jumat (7/3), total korban tewas mencapai 237 orang, dengan 142 di antaranya merupakan warga sipil yang tidak terlibat dalam pertempuran. Selain itu, korban juga mencakup 50 tentara serta perwira dari Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri Suriah, serta 45 pejuang oposisi yang turut terlibat dalam bentrokan. Situasi di medan perang semakin tidak terkendali, memaksa pemerintah untuk mengerahkan bala bantuan tambahan, termasuk persenjataan berat guna menghadapi kelompok oposisi yang masih bertahan.

Bentrokan sengit masih terus berlanjut di berbagai wilayah, terutama di pedesaan Latakia dan Tartous. Meskipun pasukan pemerintah terus menggempur kelompok oposisi dengan serangan darat dan udara, perlawanan yang diberikan cukup kuat. Kelompok bersenjata masih melakukan penyergapan terhadap pasukan pemerintah dan menyerang infrastruktur militer strategis. Eskalasi ini menjadi yang paling mematikan sejak kejatuhan pemerintahan sebelumnya pada Desember lalu, menunjukkan bahwa konflik di Suriah masih jauh dari kata usai.

Sumber-sumber lokal melaporkan bahwa selain korban jiwa, banyak warga sipil yang terpaksa mengungsi demi menghindari dampak pertempuran. Rumah-rumah dan fasilitas umum seperti sekolah serta rumah sakit mengalami kerusakan akibat baku tembak dan serangan udara. Bantuan kemanusiaan juga sulit masuk ke wilayah terdampak, memperburuk kondisi masyarakat yang terjebak di tengah konflik.

Situasi yang terus memburuk ini menimbulkan kekhawatiran di tingkat internasional. Sejumlah negara dan organisasi hak asasi manusia mendesak adanya upaya diplomasi untuk mengakhiri kekerasan, namun hingga kini belum ada tanda-tanda meredanya konflik. Ketidakstabilan politik dan keamanan di Suriah terus berlanjut, berpotensi menyebabkan jumlah korban semakin bertambah dan dampak konflik semakin meluas.

PBB Ungkap Tujuh Tantangan Besar Pemerintahan Baru Suriah: Integrasi Hingga Rekonstruksi Ekonomi

Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Suriah, Geir Pedersen, mengidentifikasi tujuh tantangan utama yang harus diatasi oleh pemerintahan baru Suriah demi mencapai stabilitas. Dalam konferensi pers di Damaskus pada Rabu (22/1), Pedersen menyebutkan bahwa integrasi kelompok-kelompok bersenjata ke dalam satu pasukan nasional menjadi prioritas utama.

Ia juga menyoroti tantangan signifikan lainnya, termasuk masalah di timur laut Suriah yang melibatkan konflik antara kelompok yang didukung Turkiye dan kelompok Kurdi yang mendapat dukungan Amerika Serikat. Selain itu, perlindungan bagi seluruh warga Suriah, transisi politik yang mencakup penyusunan konstitusi baru dan pemilihan umum bebas, keadilan transisional, penghapusan sanksi ekonomi, serta kehadiran Israel, menjadi hambatan yang harus segera diatasi.

Pedersen menekankan pentingnya transisi politik yang inklusif, dengan menempatkan masyarakat Suriah sebagai pemimpin utama proses tersebut. Menurutnya, keberhasilan transisi ini hanya dapat dicapai jika rekonstruksi ekonomi berjalan seiring dengan penghapusan sanksi internasional.

Ia juga menyoroti perlunya dukungan internasional untuk mempercepat proses negosiasi terkait pencabutan sanksi, meskipun pembicaraan dengan pemerintah Amerika Serikat mungkin memerlukan waktu yang cukup panjang.

Di sisi lain, Pedersen memperingatkan bahwa konflik yang terus berlanjut di wilayah timur laut Suriah, terutama antara pemerintah baru dan kelompok bersenjata lokal, hanya akan memperburuk situasi. Untuk itu, PBB menyatakan kesiapannya membantu Suriah dalam proses transisi dan mendorong kerja sama internasional untuk mencapai solusi yang berkelanjutan.