Enam Sandera Israel Dibebaskan Hamas dalam Pertukaran Tahanan di Tengah Gencatan Senjata

Enam warga Israel yang sebelumnya disandera oleh Hamas akhirnya dibebaskan pada Sabtu (22/2) sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan dalam gencatan senjata yang sedang berlangsung, demikian pernyataan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

Pada hari yang sama, dua dari enam sandera tersebut dipindahkan dari kendaraan milik Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas, ke kendaraan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Rafah, Gaza selatan. Selanjutnya, mereka diserahkan kepada pihak IDF dan Badan Keamanan Israel. Kedua sandera itu adalah Avera Mengistu (38), seorang warga Israel keturunan Ethiopia dari Ashkelon yang telah ditawan sejak 2014 setelah menyeberang ke Gaza, serta Tal Shoham (40), yang diculik dalam serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Istri dan dua anak Shoham sebelumnya telah dibebaskan dalam perjanjian gencatan senjata pada November 2023.

Di hari yang sama, tiga sandera lainnya, yakni Omer Shem-Tov (22), Eliya Cohen (27), dan Omer Wenkert (23), juga diserahkan kepada otoritas Israel melalui ICRC di kamp pengungsi al-Nuseirat, Gaza tengah. Ketiganya diculik dalam serangan Hamas pada 2023. Menurut saksi mata, mereka tampak dalam kondisi baik, mengenakan seragam militer, dan membawa surat pembebasan mereka. Salah satu dari mereka bahkan tertangkap kamera mencium kepala dua anggota Brigade Al-Qassam yang mengenakan penutup wajah.

Selain itu, seorang sandera lain, Hisham al-Sayed (37), dibebaskan tanpa upacara resmi di Gaza tengah pada hari yang sama. Menurut sumber di dalam Brigade Al-Qassam, al-Sayed, yang telah ditawan selama hampir satu dekade, kemudian diserahkan kepada perwakilan Palang Merah sebelum dibawa ke pasukan Israel di Gaza.

Pembebasan keenam sandera ini merupakan bagian dari pertukaran tahanan dalam tahap pertama perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Berdasarkan kesepakatan tersebut, Israel pada hari itu akan membebaskan 602 warga Palestina yang berada dalam tahanannya. Pertukaran ini menjadi tahap akhir dari kesepakatan gencatan senjata pertama yang dimulai sejak 19 Januari lalu, dan diperkirakan akan berakhir pekan depan.

Dalam tahap ini, Hamas diperkirakan akan menyelesaikan pembebasan 33 sandera Israel, di mana 25 di antaranya masih hidup sementara delapan lainnya telah meninggal dunia. Di sisi lain, Israel berkomitmen untuk membebaskan lebih dari 1.500 warga Palestina sebagai bagian dari kesepakatan tersebut.

Trump Soroti Penundaan Pengiriman Bom ke Israel: Kontroversi dalam Hubungan AS-Israel

Pada Sabtu (25/1), Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan tanggapan tegas terkait penundaan pengiriman senjata oleh pemerintahan Joe Biden kepada Israel. Dalam unggahan di platform media sosial Truth Social, Trump menyoroti fakta bahwa Israel sudah memesan dan membayar berbagai barang, namun pengirimannya, termasuk pengiriman 1.800 bom MK-84 seberat 2.000 pon (sekitar 907 kg), masih tertunda berbulan-bulan. Trump mengkritik ketidakpastian dalam proses pengiriman ini, yang menurutnya seharusnya sudah dilakukan sejak lama.

Pernyataan Trump ini muncul setelah Pentagon mengumumkan bahwa mereka akan mencabut penangguhan yang diberlakukan oleh pemerintahan Biden pada Mei tahun lalu. Penangguhan itu berkaitan dengan kekhawatiran terhadap eskalasi kekerasan di Gaza yang memicu protes dari berbagai pihak. Seiring dengan pencabutan penangguhan, pejabat Israel diberitahu oleh Pentagon pada hari Jumat bahwa bom yang disimpan di AS akan segera dikirim dalam beberapa hari mendatang.

Penundaan pengiriman amunisi ini dipicu oleh aksi militer Israel di kota Rafah, selatan Jalur Gaza, yang menimbulkan krisis besar dalam hubungan AS-Israel. Pemerintahan Biden sebelumnya menangguhkan pengiriman senjata sebagai bentuk protes terhadap potensi korban sipil yang muncul akibat serangan tersebut. Di sisi lain, Benjamin Netanyahu, Kepala Otoritas Israel, memanfaatkan penundaan ini untuk menarik dukungan dari anggota parlemen Republik AS yang mengkritik sikap Biden terhadap kebijakan Israel di Gaza.

Seiring dengan berkembangnya situasi ini, hubungan antara AS dan Israel semakin rumit, menciptakan ketegangan baru dalam dinamika politik kedua negara.