Serangan Udara Israel Lumpuhkan Rumah Sakit Al-Ahli di Gaza

Sebuah serangan udara Israel menghantam Rumah Sakit Al-Ahli Arab di Gaza pada Minggu pagi, menyebabkan kerusakan besar pada fasilitas medis utama dan membuat rumah sakit tersebut tidak lagi bisa berfungsi. Menurut sumber medis Palestina dan saksi mata, serangan ini merusak unit operasi bedah serta unit produksi oksigen yang vital bagi pelayanan kesehatan di kawasan tersebut.

Militer Israel menyatakan bahwa serangan tersebut menargetkan markas komando Hamas yang diduga beroperasi di dalam kompleks rumah sakit. Dalam pernyataan gabungan, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Badan Keamanan Israel (ISA) menuduh Hamas menggunakan rumah sakit sebagai tempat koordinasi serangan, dan menyebut bahwa amunisi berpemandu presisi digunakan setelah pengintaian dilakukan untuk meminimalisasi dampak terhadap warga sipil.

Namun, seorang tenaga medis mengungkapkan bahwa meski ada peringatan evakuasi, serangan terjadi dengan cepat, dan proses penyelamatan menjadi kacau akibat pengeboman yang berlangsung. Banyak pasien dan pengungsi yang berada di lokasi saat serangan terjadi. Bahkan, seorang anak meninggal dalam proses evakuasi karena situasi yang memburuk.

Kantor media pemerintah yang dikelola Hamas mengecam serangan tersebut sebagai kejahatan perang, dan menyalahkan Israel serta Amerika Serikat atas kehancuran yang terjadi. Otoritas kesehatan Gaza mengimbau lembaga internasional untuk melindungi fasilitas kesehatan yang tersisa. Hingga kini, jumlah korban jiwa akibat konflik sejak 7 Oktober 2023 mencapai 50.944 orang, dengan lebih dari 116 ribu lainnya terluka.

Derita Tanpa Akhir: Genosida di Gaza Terus Berlangsung

Dalam kurun waktu 24 jam terakhir, kekerasan yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel di Jalur Gaza kembali merenggut nyawa puluhan warga sipil. Setidaknya 60 warga Palestina dilaporkan tewas dan 162 lainnya mengalami luka-luka akibat serangan brutal yang terus berlanjut. Data medis terbaru menunjukkan bahwa jumlah korban tewas sejak awal agresi pada 7 Oktober 2023 kini mencapai 50.669 jiwa, sementara korban luka telah menembus angka 115.225 orang. Tragisnya, sebagian besar dari para korban tersebut merupakan perempuan dan anak-anak yang tak berdaya.

Situasi di lapangan semakin memburuk lantaran tim penyelamat kesulitan menjangkau korban yang terjebak di bawah reruntuhan atau tergeletak di jalan-jalan. Pergerakan ambulans dan petugas pertahanan sipil terus dihalangi oleh pasukan Israel, memperparah kondisi kemanusiaan yang sudah sangat genting. Banyak jasad yang belum bisa dievakuasi karena akses bantuan terhambat, memperlihatkan betapa tidak amannya kondisi kemanusiaan di wilayah yang terus digempur tanpa jeda.

Meskipun Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan seruan tegas agar segera dilakukan gencatan senjata, serta Mahkamah Internasional juga mendesak diterapkannya langkah nyata untuk menghentikan potensi genosida, serangan terhadap warga sipil masih terus terjadi. Krisis kemanusiaan di Gaza tampak belum akan berakhir, dengan penderitaan rakyat Palestina yang kian mendalam di tengah diamnya sebagian besar komunitas internasional. Seruan dunia tampaknya belum cukup kuat untuk menghentikan laju kekerasan yang mengoyak kemanusiaan, sementara rakyat Gaza terus berjuang bertahan hidup di tengah reruntuhan dan kepedihan.

Israel Perintahkan Evakuasi Massal di Gaza Selatan, Serangan Mematikan Kembali Terjadi

Militer Israel kembali mengeluarkan perintah evakuasi bagi warga sipil Palestina di Gaza Selatan, tepatnya di tiga wilayah di kota Khan Younis, pada Sabtu. Juru bicara militer, Avichay Adraee, menyatakan bahwa warga di Abasan, al-Qarara, dan Khuza’a harus segera meninggalkan rumah mereka karena daerah tersebut dikategorikan sebagai “zona tempur berbahaya.” Ia menginstruksikan agar warga bergerak menuju pusat penampungan di al-Mawasi, dengan alasan bahwa serangan roket berasal dari wilayah yang menjadi target tersebut.

Dalam pernyataan terpisah, militer Israel mengklaim telah menyerang lokasi peluncuran mortir di Khan Younis, meskipun tidak memberikan rincian lebih lanjut. Pasukan Israel menyebut bahwa tiga tembakan mortir dilepaskan dari Gaza Selatan menuju posisi mereka di timur Khan Younis, namun tidak ada laporan mengenai korban dari pihak mereka.

Serangan terbaru ini terjadi setelah militer Israel melancarkan serangan udara mendadak di Jalur Gaza pada 18 Maret, yang menewaskan lebih dari 920 orang dan melukai lebih dari 2.000 lainnya. Serangan tersebut secara efektif menghancurkan gencatan senjata serta kesepakatan pertukaran tahanan yang sempat berlangsung pada Januari lalu.

Sejak Oktober 2023, konflik di Gaza telah menelan korban jiwa lebih dari 50.200 warga Palestina, dengan mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 114.000 orang mengalami luka-luka akibat serangan militer Israel yang terus berlanjut di wilayah tersebut. Situasi di Gaza semakin memburuk, dengan eskalasi kekerasan yang terus meningkat dan korban sipil yang semakin bertambah setiap harinya.

Tragedi Kemanusiaan di Gaza, Serangan Israel Terus Meningkatkan Korban Jiwa

Serangan militer Israel di Jalur Gaza terus menimbulkan korban jiwa yang sangat besar. Menurut laporan dari Euro-Med Human Rights Monitor yang berbasis di Jenewa, sejak 18 Maret, sedikitnya 103 warga Palestina kehilangan nyawa setiap harinya, sementara 223 lainnya mengalami luka-luka. Israel juga terus menerapkan berbagai tindakan yang memperburuk kondisi kehidupan di Gaza, termasuk blokade ketat yang menghambat masuknya bantuan kemanusiaan serta suplai makanan. Sejak 7 Oktober 2023, wilayah dengan populasi sekitar 2,4 juta jiwa ini menghadapi ancaman kelaparan akibat pembatasan yang dilakukan Israel.

Operasi udara mendadak yang dilakukan tentara Israel pada 18 Maret menyebabkan lebih dari 855 korban jiwa dan hampir 1.900 orang mengalami luka-luka. Serangan ini juga menghancurkan perjanjian gencatan senjata serta pertukaran tahanan yang sebelumnya telah diberlakukan pada Januari. Di tengah ketegangan yang terus meningkat, pasukan Israel tidak hanya menutup perbatasan Gaza tetapi juga membombardir rumah-rumah warga tanpa peringatan, menyebabkan kematian massal bagi penghuni yang masih berada di dalamnya. Serangan ini dilakukan secara sistematis tanpa alasan militer yang jelas, menciptakan kondisi mengerikan yang mengancam keberlangsungan hidup warga Palestina di sana.

Saksi mata melaporkan bahwa pasukan Israel menembaki warga sipil yang mencoba melarikan diri dan membiarkan jasad mereka tergeletak di jalanan. Sementara itu, sekitar 50.000 warga sipil masih terjebak di Rafah di tengah aktivitas militer yang terus berlangsung. Dalam satu pekan terakhir, lebih dari 200.000 warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka, sementara ribuan lainnya mencari perlindungan di tempat-tempat yang lebih aman. Situasi kemanusiaan semakin memburuk karena minimnya layanan dasar dan ketidakamanan yang menyelimuti seluruh wilayah Gaza.

Kelompok hak asasi manusia ini juga menyoroti diamnya komunitas internasional yang justru semakin mendorong Israel untuk melanjutkan agresinya. Mereka menekankan pentingnya tindakan cepat untuk menghentikan genosida yang terus terjadi, termasuk pencabutan blokade, pembukaan akses perbatasan tanpa hambatan, serta perlindungan maksimal bagi warga Palestina yang terancam pembunuhan dan pengusiran paksa. Hingga kini, jumlah korban tewas akibat serangan Israel telah melebihi 50.200 orang, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak, sementara lebih dari 113.900 lainnya mengalami luka-luka dalam konflik yang brutal ini.

Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan Salah Al-Bardawil dan Istrinya

Salah al-Bardawil, pejabat senior Hamas sekaligus anggota parlemen Palestina, tewas dalam serangan udara Israel yang terjadi di wilayah barat Khan Younis, Jalur Gaza selatan. Hamas mengonfirmasi bahwa Bardawil, yang merupakan anggota biro politik serta perwakilan di Dewan Legislatif Palestina, gugur dalam serangan yang menargetkannya saat ia tengah melaksanakan salat malam di tendanya di kawasan Al-Mawasi. Selain Bardawil, istrinya juga turut menjadi korban tewas dalam serangan tersebut.

Serangan udara ini merupakan bagian dari operasi militer Israel yang semakin intensif dalam beberapa hari terakhir. Hamas mengecam aksi tersebut sebagai tindakan pengecut dan menuduh Israel melakukan kejahatan perang serta pembantaian sistematis terhadap warga Palestina di Gaza. Sejak serangan besar-besaran dimulai Selasa lalu, lebih dari 700 warga Palestina dilaporkan tewas dan lebih dari 1.000 lainnya mengalami luka-luka akibat gempuran udara mendadak Israel. Serangan ini juga merusak kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang sebelumnya telah berlangsung sejak Januari.

Sejak konflik memuncak pada Oktober 2023, jumlah korban tewas di Gaza telah melebihi 50.000 jiwa, mayoritas di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, sementara lebih dari 113.000 orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan militer Israel. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada November lalu dengan tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan genosida terkait operasi militernya di Gaza.

Eskalasi Konflik di Suriah: 237 Orang Tewas dalam Bentrokan Sengit

Sejak meningkatnya ketegangan militer di wilayah pesisir Suriah pada Kamis (6/3), sedikitnya 237 orang dilaporkan tewas dalam bentrokan yang terus meluas. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa korban terdiri dari personel militer, pejuang oposisi, dan warga sipil. Pasukan pemerintah melancarkan operasi besar-besaran untuk menumpas sisa-sisa faksi militer dari rezim sebelumnya di provinsi Latakia, Tartous, dan Hama. Situasi ini bermula dari serangan mendadak kelompok bersenjata terhadap pasukan pemerintah, termasuk pos pemeriksaan dan markas utama yang berada di sepanjang garis pantai.

Seiring berjalannya waktu, intensitas pertempuran semakin meningkat, dan jumlah korban terus bertambah. Hingga Jumat (7/3), total korban tewas mencapai 237 orang, dengan 142 di antaranya merupakan warga sipil yang tidak terlibat dalam pertempuran. Selain itu, korban juga mencakup 50 tentara serta perwira dari Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri Suriah, serta 45 pejuang oposisi yang turut terlibat dalam bentrokan. Situasi di medan perang semakin tidak terkendali, memaksa pemerintah untuk mengerahkan bala bantuan tambahan, termasuk persenjataan berat guna menghadapi kelompok oposisi yang masih bertahan.

Bentrokan sengit masih terus berlanjut di berbagai wilayah, terutama di pedesaan Latakia dan Tartous. Meskipun pasukan pemerintah terus menggempur kelompok oposisi dengan serangan darat dan udara, perlawanan yang diberikan cukup kuat. Kelompok bersenjata masih melakukan penyergapan terhadap pasukan pemerintah dan menyerang infrastruktur militer strategis. Eskalasi ini menjadi yang paling mematikan sejak kejatuhan pemerintahan sebelumnya pada Desember lalu, menunjukkan bahwa konflik di Suriah masih jauh dari kata usai.

Sumber-sumber lokal melaporkan bahwa selain korban jiwa, banyak warga sipil yang terpaksa mengungsi demi menghindari dampak pertempuran. Rumah-rumah dan fasilitas umum seperti sekolah serta rumah sakit mengalami kerusakan akibat baku tembak dan serangan udara. Bantuan kemanusiaan juga sulit masuk ke wilayah terdampak, memperburuk kondisi masyarakat yang terjebak di tengah konflik.

Situasi yang terus memburuk ini menimbulkan kekhawatiran di tingkat internasional. Sejumlah negara dan organisasi hak asasi manusia mendesak adanya upaya diplomasi untuk mengakhiri kekerasan, namun hingga kini belum ada tanda-tanda meredanya konflik. Ketidakstabilan politik dan keamanan di Suriah terus berlanjut, berpotensi menyebabkan jumlah korban semakin bertambah dan dampak konflik semakin meluas.