Kesepakatan Dramatis: Israel Akan Bebaskan 1.977 Tahanan Palestina dalam Pertukaran Sandera di Gaza

Sebanyak 1.977 tahanan Palestina akan dibebaskan oleh Israel sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan yang juga mencakup gencatan senjata di Jalur Gaza. Dari jumlah tersebut, 290 tahanan sedang menjalani hukuman seumur hidup, sementara 1.687 lainnya ditahan atas berbagai tuduhan.

Kesepakatan ini akan mulai berlaku pada Minggu, 19 Januari, seperti dilaporkan oleh media Israel. Israel setuju membebaskan para tahanan Palestina tersebut sebagai imbalan untuk 33 sandera Israel yang saat ini ditahan di Gaza, menurut laporan harian Yedioth Ahronoth.

Paket pertukaran ini mencakup pembebasan 1.000 tahanan Palestina yang ditahan pasca-insiden 7 Oktober 2023, serta 47 tahanan yang sebelumnya telah dibebaskan dalam pertukaran tahanan tahun 2011 tetapi kemudian ditangkap kembali.

Proses pembebasan akan dilakukan dalam tujuh tahap selama 42 hari. Pada hari pertama, tiga sandera Israel akan dibebaskan, diikuti oleh empat sandera pada hari ketujuh. Selanjutnya, tiga sandera akan dibebaskan setiap pekan hingga pekan terakhir, yang akan menyaksikan pelepasan 14 sandera secara bersamaan.

Kantor otoritas Israel telah mengonfirmasi bahwa proses ini akan dimulai setelah disetujui oleh Kabinet Keamanan dan pemerintah. Daftar tahanan yang akan dibebaskan pada fase pertama akan diterbitkan oleh Kementerian Kehakiman Israel dan Dinas Penjara Israel.

Menurut Komisi Urusan Tahanan Palestina, Israel saat ini menahan sekitar 10.400 warga Palestina, termasuk 600 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup.

Kesepakatan ini beriringan dengan pengumuman Qatar mengenai gencatan senjata tiga fase, yang bertujuan menghentikan lebih dari 15 bulan konflik mematikan di Gaza. Konflik ini telah merenggut nyawa hampir 46.800 warga Palestina—kebanyakan perempuan dan anak-anak—dan melukai lebih dari 110.000 lainnya sejak Oktober 2023, berdasarkan laporan otoritas kesehatan setempat.

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada November mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Selain itu, Israel menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang yang dilancarkannya di Palestina.

Israel Tegaskan Kontrol atas Gaza di Tengah Negosiasi Sandera yang Rumit

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menegaskan bahwa negaranya akan terus mempertahankan kontrol keamanan di Jalur Gaza. Dalam pernyataannya pada Rabu (25/12/2024) malam, ia juga mengumumkan rencana pembangunan zona-zona keamanan dan penyangga untuk memastikan perlindungan bagi Israel.

Pernyataan ini disampaikan di tengah negosiasi sensitif yang melibatkan kesepakatan pertukaran sandera dan gencatan senjata. Upaya ini berbeda dengan pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang sebelumnya berfokus pada pembebasan tawanan Israel di Gaza.

Saat mengunjungi Koridor Philadelphia di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir, bersama sejumlah pejabat militer senior, Katz mengapresiasi kinerja para komandan dan tentara yang dianggapnya berkontribusi besar terhadap keamanan Israel dan menciptakan peluang untuk pembebasan sandera. Katz juga menegaskan bahwa militer Israel akan terus memegang kendali atas Gaza untuk mengantisipasi ancaman di masa depan, termasuk infrastruktur militer seperti terowongan yang dimanfaatkan oleh kelompok perlawanan Palestina.

Katz menegaskan bahwa pemerintah Israel memiliki dua tujuan utama: membebaskan seluruh tawanan dan mengalahkan Hamas. Ia bersumpah bahwa Hamas tidak akan lagi memiliki kendali, baik secara politik maupun militer, di Gaza.

Negosiasi yang dimediasi oleh Mesir dan Qatar ini menghadapi banyak kendala. Hamas menuduh Israel memperkenalkan syarat-syarat baru terkait gencatan senjata, pertukaran sandera, dan pemulangan warga Palestina yang mengungsi, sehingga memperlambat tercapainya kesepakatan. Hamas menyatakan bahwa pembicaraan di Doha berlangsung serius dengan menunjukkan “tanggung jawab dan fleksibilitas,” namun klaim ini dibantah oleh kantor Netanyahu, yang menuduh Hamas menimbulkan hambatan baru.

Sementara itu, tuntutan Hamas mencakup penarikan penuh Israel dari Gaza dan penghentian semua tindakan permusuhan sebagai prasyarat untuk kesepakatan. Di sisi lain, Netanyahu dilaporkan ingin mempertahankan kontrol penuh atas Koridor Philadelphia, Penyeberangan Rafah, dan melakukan pemeriksaan ketat terhadap pengungsi yang kembali melalui Koridor Netzarim.

Krisis ini semakin memanas dengan fakta bahwa Israel menahan lebih dari 10.300 warga Palestina, sementara Hamas masih menahan sekitar 100 tawanan Israel. Serangan udara Israel yang intens juga disebut telah menewaskan puluhan tawanan Israel di Gaza. Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, perang di Gaza telah merenggut nyawa hampir 45.400 orang, kebanyakan perempuan dan anak-anak.

Israel kini menghadapi tekanan internasional, termasuk surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Mahkamah Pidana Internasional terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang di Gaza. Selain itu, kasus genosida yang diajukan terhadap Israel sedang berlangsung di Mahkamah Internasional.