Thailand & 5 Negara Lain Berkolaborasi dalam Proyek ‘6 Negara, 1 Tujuan’

Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, mengajukan inisiatif “Enam Negara, Satu Tujuan” yang bertujuan memperkuat posisi ASEAN sebagai pusat wisata global. Program ini bertujuan untuk mempermudah akses bagi wisatawan internasional serta mendorong pertumbuhan sektor pariwisata di enam negara yang tergabung dalam kerja sama tersebut.

Menurut laporan The Star, Minggu (16/2/2025), Paetongtarn menyatakan bahwa inisiatif ini akan difokuskan pada peningkatan konektivitas antarnegara, kemudahan lintas batas, serta kampanye promosi wisata yang lebih terkoordinasi. Enam negara yang terlibat dalam rencana ini adalah Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Tak hanya itu, Thailand juga berencana mengundang Singapura untuk bergabung dalam kerja sama ini.

Meningkatkan Daya Tarik Wisata ASEAN

Paetongtarn menegaskan bahwa inisiatif ini memiliki potensi besar dalam menarik lebih banyak wisatawan dari luar kawasan ASEAN. Dengan skema ini, wisatawan akan lebih mudah menjelajahi beberapa negara dalam satu perjalanan, sehingga meningkatkan jumlah kunjungan serta memperpanjang durasi tinggal mereka di kawasan tersebut.

“Saya yakin ada peluang besar untuk memperkuat kerja sama di bidang pariwisata, yang merupakan sektor utama dalam membangun konektivitas ekonomi dan budaya di kawasan kita. Dengan skema ‘Enam Negara, Satu Tujuan’, kita dapat menjadikan ASEAN sebagai destinasi wisata tunggal yang mudah diakses,” ujarnya.

Paetongtarn optimistis program ini akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan serta mendorong persinggahan yang lebih lama di enam negara peserta. Dengan begitu, setiap negara dapat menikmati manfaat ekonomi dari sektor pariwisata yang lebih terintegrasi.

Kolaborasi Infrastruktur dan Kebijakan Bebas Visa

Sebagai negara dengan posisi strategis di kawasan, Thailand dan Malaysia diharapkan dapat menjadi pemimpin dalam implementasi inisiatif ini. Paetongtarn menekankan bahwa keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada pengembangan infrastruktur lintas batas yang lebih baik, seperti jaringan jalan, kereta api, dan konektivitas udara.

“Kami akan mengembangkan infrastruktur perjalanan lintas batas yang lebih baik, mulai dari perbaikan jalan raya, penghubungan jalur kereta api, hingga kebijakan bebas visa untuk perjalanan multinegara,” jelasnya.

Selain itu, Thailand juga tengah menjalin diskusi dengan negara-negara peserta lainnya, termasuk Malaysia, Kamboja, dan Vietnam, untuk merancang strategi implementasi yang efektif.

“Saat ini, tim perwakilan Thailand sedang berdiskusi dengan mitra kami di Malaysia, Kamboja, dan Vietnam untuk memajukan rencana ini,” tambahnya.

Sebagai putri dari mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, Paetongtarn ingin memastikan bahwa kebijakan ini dapat segera diwujudkan demi meningkatkan daya saing sektor pariwisata ASEAN di kancah global.

Dengan adanya program “Enam Negara, Satu Tujuan”, ASEAN diharapkan dapat menjadi destinasi yang lebih menarik, mudah diakses, dan menawarkan pengalaman wisata yang lebih menyeluruh bagi wisatawan internasional.

Eskalasi Konflik: Tentara Israel Gerebek Nablus, Bentrokan Bersenjata Pecah di Tepi Barat

Pasukan Israel melancarkan operasi penggerebekan di rumah-rumah warga Palestina di Kota Nablus, wilayah pendudukan Tepi Barat bagian utara, pada Jumat dini hari. Aksi ini memicu pertempuran sengit antara pejuang Palestina dan militer Israel, terutama di sekitar kamp pengungsi Askar dan Balata di timur kota.

Menurut keterangan saksi mata yang dikutip oleh Anadolu, pasukan Israel memasuki Nablus dari berbagai arah, melakukan penggeledahan di sejumlah rumah warga Palestina. Konfrontasi bersenjata pun tak terhindarkan, dengan kelompok-kelompok perlawanan Palestina seperti Saraya al-Quds (sayap militer Jihad Islam) dan Brigade Martir Al-Aqsa (berafiliasi dengan Fatah) mengklaim keterlibatan dalam baku tembak serta penggunaan bahan peledak terhadap pasukan Israel.

Setelah melakukan operasi militer selama enam jam, tentara Israel akhirnya menarik diri dari Nablus. Namun, serangan di wilayah Tepi Barat utara, terutama di Jenin dan Tulkarem, terus berlangsung sejak 21 Januari. Eskalasi ini telah menyebabkan lebih dari 30 warga Palestina tewas, ribuan orang mengungsi, serta kehancuran infrastruktur yang meluas.

Gelombang kekerasan di Tepi Barat meningkat setelah perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan di Gaza pada 19 Januari. Hingga kini, lebih dari 48.200 warga Palestina dilaporkan tewas akibat agresi Israel di wilayah tersebut. Sementara itu, di seluruh Tepi Barat, sejak pecahnya perang pada 7 Oktober 2023, lebih dari 912 warga Palestina telah kehilangan nyawa akibat tindakan militer dan serangan pemukim ilegal Israel.

Pada Juli 2024, Mahkamah Internasional (ICJ) menegaskan bahwa pendudukan Israel di tanah Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun dinyatakan ilegal. ICJ juga menuntut agar semua pemukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur segera dievakuasi, memperkuat desakan internasional untuk mengakhiri penjajahan Israel di wilayah Palestina.

Palestina Tolak Pemindahan Paksa Warga Gaza: Strategi Zionis yang Tak Akan Berhasil

Perwakilan Jihad Islam Palestina di Teheran, Nasser Abu Sharif, menegaskan bahwa rakyat Palestina tidak akan tinggal diam menghadapi rencana pemindahan paksa warga Gaza yang diusulkan oleh Amerika Serikat. Dalam wawancaranya dengan kantor berita Iran, IRNA, pada Kamis (13/2), Abu Sharif menyatakan bahwa kebijakan ini bukanlah hal baru, melainkan bagian dari strategi Zionis yang telah berlangsung dalam berbagai bentuk sejak Israel berdiri.

Ia mengungkapkan bahwa selama lebih dari satu abad, negara-negara Barat telah berupaya mengusir penduduk asli Palestina dari tanah mereka demi kepentingan pemukim Zionis. Meski demikian, ia menegaskan bahwa rencana semacam itu berulang kali gagal di masa lalu karena keteguhan rakyat Palestina dalam mempertahankan hak mereka atas tanah kelahiran mereka.

Hingga saat ini, penduduk Jalur Gaza tetap bertahan di tengah kehancuran akibat serangan militer Israel yang telah berlangsung lebih dari 15 bulan. Mereka menghadapi blokade ekonomi yang ketat serta kehilangan berbagai sumber mata pencaharian. Abu Sharif menyoroti bahwa kondisi ini tidak hanya menyebabkan penderitaan luar biasa, tetapi juga mencerminkan upaya sistematis untuk menghapus keberadaan warga Palestina melalui kekerasan dan pembunuhan massal.

Ia pun mengutuk rencana pemindahan paksa yang didorong oleh Presiden AS Donald Trump, yang menurutnya merupakan bentuk nyata dari pelanggaran hak asasi manusia dan praktik pembersihan etnis. Oleh sebab itu, ia menyerukan agar kebijakan ini ditentang di tingkat internasional guna mengungkap ketidakadilan yang terus dialami rakyat Palestina.

Program Misil Iran Kian Gahar, Kiriman dari China Tiba

Sebuah kapal yang membawa 1.000 ton bahan kimia asal China, yang diyakini sebagai komponen utama dalam pembuatan bahan bakar rudal, telah tiba di perairan dekat Pelabuhan Bandar Abbas, Iran, pada Kamis (13/2/2025). Kedatangan kapal ini memunculkan spekulasi bahwa Iran mungkin akan segera memulai kembali produksi rudalnya setelah mengalami kemunduran akibat serangan Israel terhadap fasilitas militer utama mereka tahun lalu.

Kapal pertama, Golbon, meninggalkan Pelabuhan Taicang, China, sekitar tiga minggu lalu dengan membawa natrium perklorat, bahan baku utama dalam pembuatan propelan padat yang digunakan untuk rudal jarak menengah Iran. Jika produksi rudal kembali berjalan normal, ini bisa menjadi titik balik bagi Iran dalam konflik geopolitik di Timur Tengah.

Dampak Pengiriman Natrium Perklorat bagi Iran

Menurut sumber intelijen, jumlah natrium perklorat yang dikirim cukup untuk memproduksi sekitar 260 motor roket untuk misil Kheibar Shekan atau 200 misil balistik Haj Qasem. Ini menunjukkan bahwa Iran mungkin telah lebih cepat pulih dari perkiraan awal, di mana para pakar semula menduga butuh setidaknya satu tahun sebelum mereka bisa kembali memproduksi propelan rudal.

Iran sendiri saat ini sedang mengalami tekanan besar akibat serangkaian kekalahan strategis di Timur Tengah, seperti melemahnya posisi Hizbullah di Lebanon dan jatuhnya Bashar al-Assad di Suriah. Jika produksi rudal kembali berjalan, Iran bisa memperkuat posisi militernya di kawasan.

Kapal Kedua Masih di China, Apakah China Terlibat?

Selain Golbon, kapal lain bernama Jairan juga dijadwalkan membawa 1.000 ton natrium perklorat ke Iran. Namun, hingga saat ini, Jairan masih berada di China dan belum mengangkut muatannya. Kedua kapal tersebut diketahui dioperasikan oleh Islamic Republic of Iran Shipping Lines (IRISL).

Sementara itu, tidak ada indikasi bahwa pemerintah China mengetahui pengiriman ini sebelum media melaporkannya pada akhir Januari. Natrium perklorat sendiri bukan barang yang dilarang dalam sanksi Barat terhadap Iran, sehingga pengirimannya tidak dianggap ilegal.

Menanggapi laporan ini, Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui rincian spesifik kasus tersebut. Dalam pernyataan resminya, China menegaskan bahwa mereka menolak sanksi sepihak yang dianggap ilegal serta tuduhan yang tidak memiliki bukti kuat.

“China secara konsisten menerapkan kontrol ekspor terhadap barang-barang yang memiliki kegunaan ganda sesuai dengan hukum internasional serta regulasi domestik,” ujar pernyataan tersebut.

Selain itu, China juga menegaskan bahwa natrium perklorat tidak termasuk dalam daftar barang yang diawasi, sehingga ekspor bahan kimia tersebut dianggap sebagai bagian dari perdagangan biasa.

Kesimpulan: Akankah Iran Kembali Mengancam Stabilitas Kawasan?

Kedatangan bahan baku propelan ini menjadi sinyal kuat bahwa Iran mungkin sudah siap untuk kembali memproduksi rudal balistiknya. Dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, pengiriman ini bisa menjadi faktor penting yang mengubah dinamika politik dan keamanan di kawasan.

Kini, perhatian dunia tertuju pada langkah Iran selanjutnya—apakah mereka akan kembali meningkatkan produksi rudal, atau justru menghadapi tekanan baru dari komunitas internasional?

Nyaris Ditelan Hidup-hidup! Pendayung Kayak Dimuntahkan Paus Bungkuk

Kejadian mengerikan menimpa seorang pendayung kayak muda di Selat Magellan, Patagonia, Cile, pada Sabtu (8/2/2025). Seorang pria bernama Adrian Simancas (24 tahun) mengalami pengalaman nyaris tak masuk akal ketika seekor paus bungkuk (Megaptera novaeangliae) tiba-tiba muncul dari dalam air dan menelannya selama beberapa detik sebelum memuntahkannya kembali.

Peristiwa ini terjadi saat Adrian tengah menikmati aktivitas berkayak bersama sang ayah, Dell Simancas. Momen dramatis tersebut berhasil direkam oleh ayahnya dan memperlihatkan bagaimana paus raksasa itu muncul dari permukaan laut dan tanpa sengaja melahap Adrian, sebelum kemudian melepaskannya kembali.

Momen Mencekam: Ditelan dan Dimuntahkan dalam Hitungan Detik

Terdengar suara kepanikan Dell yang berteriak kepada putranya untuk “pegang perahu!” begitu ia kembali muncul ke permukaan. Adrian yang selamat langsung berenang menuju perahu karet ayahnya dan berpegangan sambil mereka menjauh dari lokasi kejadian.

“Saya benar-benar merasa seperti telah ditelan,” kata Adrian dalam rekaman video tersebut. Ia mengungkapkan bagaimana rasanya berada dalam mulut paus selama beberapa detik.

“Saya melihat warna-warna gelap, merasakan sesuatu berlendir di wajah saya, lalu tiba-tiba semuanya gelap dan saya tenggelam. Saya pikir saya akan mati,” ujarnya menggambarkan pengalaman tersebut.

Namun, beruntungnya, jaket pelampung yang dikenakannya membantu Adrian kembali ke permukaan hanya dalam hitungan detik. “Saya merasakan tarikan ke atas, lalu tiba-tiba saya kembali muncul ke air dan mulai menyadari apa yang baru saja terjadi,” tambahnya.

Sang ayah, Dell, awalnya tidak menyadari kejadian itu karena sedang merekam ombak di sekitar mereka. “Saya melihat ada gelombang besar yang tampak menarik, lalu tiba-tiba terdengar suara keras di belakang saya. Saat menoleh, Adrian sudah tidak ada di kayaknya, yang langsung membuat saya panik,” katanya.

Beberapa detik kemudian, Adrian akhirnya muncul ke permukaan, diikuti oleh kayaknya yang terdorong ke atas oleh paus tersebut.

Akankah Mereka Masih Berani Berkayak Lagi?

Saat ditanya apakah kejadian ini membuat mereka kapok berkayak, Adrian dan ayahnya justru memberikan jawaban yang mengejutkan. Mereka serempak berkata, “Tentu saja!”, menunjukkan bahwa insiden menegangkan ini tak membuat mereka trauma untuk kembali menikmati petualangan di laut lepas.

Selat Magellan: Wisata Eksotis dengan Risiko Tak Terduga

Selat Magellan memang terkenal sebagai destinasi wisata yang menawarkan keindahan alam serta flora dan fauna laut yang kaya. Aktivitas berkayak bersama paus bungkuk dan lumba-lumba menjadi daya tarik utama yang banyak ditawarkan oleh agen wisata setempat.

Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), paus bungkuk dikenal sebagai mamalia laut yang aktif di permukaan. Mereka kerap melakukan atraksi melompat keluar dari air dan menampar permukaan laut dengan sirip atau ekor mereka.

Paus ini biasanya memakan krill dan ikan-ikan kecil, sehingga insiden seperti yang dialami Adrian kemungkinan besar terjadi secara tidak sengaja. Meski begitu, peristiwa ini menjadi peringatan bahwa berinteraksi dengan satwa liar di alam bebas tetap memiliki risiko yang tak terduga.

Bagaimana menurut Anda? Beranikah mencoba berkayak di perairan yang dihuni paus bungkuk setelah mendengar kisah ini?

Hamas Siap Bebaskan Tawanan Israel, Gencatan Senjata Gaza Berlanjut

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, mengumumkan pada Kamis bahwa mereka akan membebaskan tawanan Israel sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata yang telah disepakati di Gaza.

Dalam pernyataannya, Hamas menyebut keputusan ini diambil setelah pembicaraan intensif dengan mediator dari Mesir dan Qatar. Kedua negara tersebut berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang ada serta mempercepat implementasi kesepakatan agar gencatan senjata tetap berlangsung.

Gencatan senjata ini telah berlaku sejak 19 Januari, menghentikan agresi Israel yang telah merenggut lebih dari 48.200 nyawa, mayoritas di antaranya perempuan dan anak-anak. Selain korban jiwa, serangan Israel juga menyebabkan kehancuran infrastruktur dan memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza.

Sebelumnya, pada Senin (11/2), juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Ubaida, mengumumkan bahwa pembebasan tawanan yang semula dijadwalkan pada Sabtu (15/2) mengalami penundaan tanpa batas waktu. Hal ini disebabkan oleh dugaan pelanggaran gencatan senjata oleh Israel, yang menimbulkan ketegangan baru dalam proses negosiasi.

Kesepakatan gencatan senjata ini terdiri dari tiga tahap, dengan tahap pertama berlangsung hingga awal Maret. Dalam tahap ini, sebanyak 33 tawanan Israel dijadwalkan akan dibebaskan dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina. Proses pertukaran tahanan Hamas-Israel yang keenam diperkirakan akan terjadi pekan ini.

Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) yang diajukan atas agresinya terhadap warga Palestina. Situasi ini semakin memperkuat tekanan internasional agar konflik di Gaza segera diakhiri dan solusi damai dicapai.

Long March-8A Sukses Meluncur: China Perkuat Konstelasi Satelit Orbit Rendah

China kembali mencetak pencapaian besar dalam eksplorasi antariksa dengan berhasilnya penerbangan perdana roket pengangkut Long March-8A pada Selasa (11/2). Roket ini membawa sekelompok satelit orbit rendah Bumi yang bertujuan untuk memperluas jaringan konstelasi internet. Peluncuran dilakukan dari Situs Peluncuran Antariksa Wenchang di Provinsi Hainan, China Selatan, tepat pada pukul 17.30 waktu Beijing (16.30 WIB). Setelah lepas landas, roket berhasil mengantarkan satelit ke orbit yang telah ditentukan sebelumnya. Peluncuran ini menandai misi ke-559 dari seri roket Long March, sekaligus memperkuat kapabilitas China dalam peluncuran satelit ke orbit menengah dan rendah Bumi. Menurut Song Zhengyu, kepala perancang Long March-8A di China Academy of Launch Vehicle Technology (CALT), roket ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan peluncuran jaringan konstelasi berskala besar di orbit-orbit tersebut.

Long March-8A merupakan bagian dari seri Long March-8 yang memiliki beberapa konfigurasi, termasuk versi dasar, versi tanpa pendorong tambahan (booster), dan versi baru ini yang lebih efisien. Roket ini menawarkan kapasitas muatan sebesar 3 ton, 5 ton, hingga 7 ton untuk orbit sinkron matahari, sehingga meningkatkan kemampuan China dalam pengiriman satelit ke luar angkasa. Salah satu inovasi utama dalam desain Long March-8A adalah integrasi struktur pendukung satelit, rangka adaptor, dan modul instrumen dalam satu modul multifungsi. Dengan desain ini, bobot roket dapat dikurangi hingga 200 kilogram, meningkatkan efisiensi dan kapasitas muatan yang dapat diangkut. Roket ini tetap mempertahankan tahap pertama inti dan booster dari Long March-8, namun mengalami peningkatan signifikan di tahap keduanya. Tahap akhir roket kini dilengkapi dengan mesin hidrogen-oksigen universal terbaru yang memiliki diameter 3,35 meter, serta dipasangkan dengan fairing berdiameter 5,2 meter. Kombinasi ini memberikan ruang lebih besar bagi satelit, memungkinkan peluncuran berbagai jenis satelit dengan ukuran lebih besar.

Fan Chenxiao, salah satu perancang di CALT, menjelaskan bahwa tahap akhir Long March-8A dirancang untuk menampung lebih banyak bahan bakar dengan menggabungkan berbagai teknologi canggih. Hal ini berkontribusi pada peningkatan kapasitas muatan, mempercepat waktu satelit memasuki orbit, serta mengoptimalkan efisiensi bahan bakar sehingga umur operasional satelit menjadi lebih panjang. Sementara itu, menurut Liu Lidong, perancang lainnya di CALT, penggunaan bahan bakar hidrogen cair dan oksigen cair memungkinkan roket memiliki impuls spesifik yang tinggi. Dengan bahan bakar yang lebih sedikit, roket tetap mampu menghasilkan daya dorong yang besar, menjadikannya lebih efisien dalam peluncuran ke luar angkasa. Keberhasilan Long March-8A dalam penerbangan perdananya menunjukkan komitmen China dalam memperkuat infrastruktur satelit orbit rendah, sekaligus memperluas teknologi antariksa yang lebih inovatif dan efisien. Dengan teknologi canggih yang diterapkan, roket ini diharapkan menjadi andalan dalam peluncuran satelit generasi mendatang.

Tanggal 12 Februari 2025 Memperingati Hari Apa? Ini Penjelasannya

Setiap tahun pada tanggal 12 Februari, terdapat peringatan Hari Internasional Pencegahan Ekstremisme Kekerasan yang Mendukung Terorisme atau International Day for the Prevention of Violent Extremism as and when Conducive to Terrorism.
Hari ini dalam rangka meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman yang terkait dengan ekstremisme kekerasan. Berikut asal-usul Hari Pencegahan Ekstremisme Kekerasan Pendukung Terorisme.

Latar Belakang Hari Pencegahan Ekstremisme Kekerasan Pendukung Terorisme
Dikutip dari situs PBB, Majelis Umum melalui resolusi 77/243 mendeklarasikan tanggal 12 Februari sebagai Hari Internasional untuk Pencegahan Ekstremisme Kekerasan yang Mendukung Terorisme. Resolusi tersebut menegaskan kembali bahwa terorisme dan ekstremisme kekerasan, sebagaimana dan apabila mengarah pada terorisme, tidak dapat dan tidak boleh dikaitkan dengan agama, kebangsaan, peradaban, atau kelompok etnis apa pun.

Majelis Umum PBB menekankan tanggung jawab utama negara anggota dan lembaga nasional masing-masing dalam melawan terorisme, dan menggarisbawahi peran penting organisasi antarpemerintah, masyarakat sipil, akademisi, pemimpin agama, dan media dalam melawan terorisme serta mencegah ekstremisme kekerasan yang kondusif terhadap terorisme.

Pada tanggal 15 Januari 2016, Sekretaris Jenderal PBB menyampaikan Rencana Aksi untuk Mencegah Ekstremisme Kekerasan kepada Majelis Umum. Pada tanggal 12 Februari 2016, Majelis Umum PBB mengadopsi sebuah resolusi yang menyambut inisiatif Sekretaris Jenderal PBB dan mencatat Rencana Aksi untuk Mencegah Ekstremisme Kekerasan.

Rencana aksi menyerukan pendekatan yang tidak hanya mencakup langkah-langkah antiterorisme berbasis keamanan penting, tetapi juga langkah-langkah pencegahan sistematis untuk mengatasi kondisi mendasar yang mendorong individu untuk meradikalisasi dan bergabung dengan kelompok ekstremis kekerasan.

Dampak Ekstremisme Kekerasan
Ekstremisme kekerasan merupakan penghinaan terhadap tujuan dan prinsip PBB. Ekstremisme merusak perdamaian dan keamanan, hak asasi manusia, dan pembangunan berkelanjutan.

Ekstremisme kekerasan merupakan fenomena yang beragam, tanpa definisi yang jelas. Ekstremisme kekerasan bukanlah hal baru atau eksklusif bagi wilayah, kebangsaan, atau sistem kepercayaan mana pun.

Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok teroris seperti Negara Islam di Irak dan Levant (ISIL), Al-Qaeda, dan Boko Haram telah membentuk citra tentang ekstremisme kekerasan dan perdebatan tentang cara mengatasi ancaman ini. Pesan intoleransi kelompok-kelompok ini telah menimbulkan konsekuensi yang drastis bagi banyak wilayah di dunia.

Dengan menguasai wilayah dan menggunakan media sosial untuk mengomunikasikan kejahatan mereka yang kejam secara langsung, mereka berupaya menantang nilai-nilai bersama tentang perdamaian, keadilan, dan martabat manusia.

Penyebaran ekstremisme kekerasan semakin memperburuk krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang melampaui batas wilayah mana pun. Jutaan orang telah meninggalkan wilayah yang dikuasai oleh kelompok teroris dan ekstremis kekerasan.

Arus migrasi meningkat, baik dari dan ke zona konflik, melibatkan mereka yang mencari perlindungan dan mereka yang dibujuk ke dalam konflik sebagai pejuang teroris asing, yang semakin mengganggu stabilitas wilayah terkait.

Tidak ada yang dapat membenarkan ekstremisme kekerasan, tetapi kita juga harus mengakui bahwa hal itu tidak muncul begitu saja. Narasi tentang keluhan, ketidakadilan yang nyata atau yang dirasakan, pemberdayaan yang dijanjikan, dan perubahan besar menjadi menarik ketika hak asasi manusia dilanggar, tata pemerintahan yang baik diabaikan, dan aspirasi dihancurkan.

Krisis Kemanusiaan di Gaza Memburuk, Kantor Media Gaza Desak Israel Patuhi Kesepakatan Gencatan Senjata

Kantor Media Pemerintah Gaza mendesak komunitas internasional untuk menekan Israel agar mematuhi protokol kemanusiaan dalam perjanjian gencatan senjata dengan Hamas. Mereka memperingatkan bahwa keterlambatan dalam implementasi perjanjian ini berpotensi menyebabkan bencana kemanusiaan yang semakin parah.

Direktur Kantor Media Gaza, Ismail Al-Thawabta, menyoroti bahwa meskipun terdapat kesepakatan yang jelas mengenai bantuan kemanusiaan, Israel terus gagal memenuhi komitmennya. Akibatnya, terjadi kelangkaan pangan, air bersih, dan pasokan medis yang mengancam keselamatan ribuan warga Palestina.

Al-Thawabta menegaskan bahwa keterlambatan pengiriman bantuan telah meningkatkan angka malnutrisi, terutama di kalangan anak-anak. Selain itu, persediaan medis yang semakin menipis memperburuk situasi di rumah sakit, mengancam nyawa ribuan pasien. Dalam kesepakatan yang disepakati, seharusnya terdapat pengiriman 60.000 karavan, 200.000 tenda, serta 600 truk bantuan setiap hari, tetapi penundaan telah menyebabkan puluhan ribu warga Palestina kehilangan tempat tinggal.

Selain itu, infrastruktur di Gaza semakin memburuk akibat keterbatasan pengiriman peralatan kemanusiaan, medis, serta alat pertahanan sipil. Al-Thawabta juga mengungkapkan bahwa pasokan bahan bakar yang terhambat telah menyebabkan pembangkit listrik berhenti beroperasi, mengakibatkan pemadaman listrik yang berkepanjangan serta memengaruhi layanan penting seperti rumah sakit dan pompa air.

Lebih lanjut, ia menyoroti dampak buruk dari pengungsian massal akibat serangan udara Israel serta penghancuran fasilitas pendidikan. Hal ini tidak hanya menyebabkan kehilangan tempat tinggal, tetapi juga berdampak serius pada kesehatan mental warga sipil, terutama wanita, anak-anak, dan lansia.

Al-Thawabta menegaskan bahwa tindakan Israel melanggar hukum humaniter internasional, termasuk Konvensi Jenewa, yang mengatur perlindungan warga sipil serta menjamin pengiriman bantuan selama konflik. Ia mendesak komunitas internasional untuk bertindak lebih tegas dalam menekan Israel agar menjalankan kewajibannya, sekaligus meminta pertanggungjawaban Amerika Serikat atas konsekuensi dari ketidakpatuhan Israel terhadap kesepakatan gencatan senjata.

Pernyataan ini muncul setelah Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, mengumumkan penundaan pembebasan tahanan Israel yang semula dijadwalkan pada Sabtu. Keputusan tersebut diambil sebagai bentuk respons atas pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap perjanjian gencatan senjata.

China Targetkan 2028, Robot AI Siap Mendarat di Bulan

Star Vision, sebuah perusahaan teknologi kedirgantaraan yang berbasis di Hangzhou, Zhejiang, China, sedang mempersiapkan kontribusi besar untuk misi eksplorasi bulan China yang dinamakan Chang’e-8. Misi ini dijadwalkan untuk diluncurkan pada tahun 2028, dengan tujuan untuk mengembangkan robot eksplorasi canggih yang akan dioperasikan di permukaan bulan. Perusahaan ini didirikan tiga tahun lalu dan kini berkolaborasi dengan beberapa institusi akademik terkemuka dalam proyek ambisius tersebut.

Sebagai bagian dari kemitraan internasional, Star Vision bekerja sama dengan Universitas Zhejiang di Hangzhou dan Middle East Technical University (METU) yang berbasis di Ankara, Turki. Kolaborasi ini mendapat persetujuan resmi dari Administrasi Luar Angkasa Nasional Tiongkok, yang memberikan lampu hijau untuk pengembangan misi tersebut. Menurut laporan yang diterbitkan oleh China Daily pada 28 Januari 2025, masing-masing pihak membawa keahlian khusus mereka ke dalam proyek ini. Star Vision berfokus pada pengembangan kecerdasan buatan (AI) untuk aplikasi luar angkasa, METU menyumbangkan keahlian di bidang teknik kedirgantaraan, sementara Universitas Zhejiang berkontribusi dengan teknologi pencitraan optik dan satelit kecil.

Salah satu fitur paling menarik dari misi ini adalah penggunaan AI yang memungkinkan robot eksplorasi beroperasi secara mandiri di permukaan bulan, yang memiliki tantangan besar karena kondisi lingkungan yang ekstrem. Dr. Sun Shujian, seorang ahli dari Sekolah Aeronautika dan Astronautika Universitas Zhejiang, mengungkapkan bahwa salah satu tantangan terbesar adalah jarak jauh antara Bumi dan bulan, yang rata-rata mencapai 380.000 kilometer. Hal ini dapat menyebabkan penundaan dalam komunikasi, terutama di dekat kutub selatan bulan, yang dikenal sebagai area yang sulit dijangkau.

Untuk mengatasi masalah ini, robot yang dikembangkan dirancang untuk bekerja secara kolaboratif. Mereka akan berbagi data dan tugas melalui jaringan komunikasi yang handal dengan wahana pendarat. Konsep ini memungkinkan robot-robot tersebut untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lebih kompleks, yang akan sulit dilakukan oleh robot yang beroperasi secara terpisah. Dengan adanya sinergi antara berbagai unit robot, misi ini diharapkan mampu mencapai tujuan yang sebelumnya dianggap sangat menantang.

Saat ini, proyek ini sedang berada dalam tahap desain rinci, dan diperkirakan akan memasuki fase pengembangan sistem penuh dalam waktu dekat. Prototipe pertama dari robot eksplorasi ini diharapkan dapat diselesaikan pada Agustus 2027, sebuah tonggak penting sebelum peluncuran misi ke bulan pada tahun 2028. Dengan kemajuan pesat dalam bidang kecerdasan buatan dan teknologi eksplorasi luar angkasa, misi Chang’e-8 ini berpotensi membuka jalan baru dalam pemahaman kita tentang bulan dan mungkin akan menjadi salah satu proyek paling inovatif dalam sejarah eksplorasi luar angkasa.