Gaza di Ambang Kehancuran: Anak-Anak Terancam di Tengah Krisis Kemanusiaan

Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) memperingatkan pada Sabtu (19/4) bahwa fasilitas medis anak-anak di Jalur Gaza kini berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Di tengah konflik yang telah berlangsung selama 19 bulan, rumah sakit yang menangani bayi dan anak-anak mengalami kekurangan alat medis vital dan beroperasi dalam situasi yang sangat terbatas. Melalui pernyataan di media sosial X, UNICEF menekankan bahwa kelangsungan hidup anak-anak di wilayah tersebut sangat tergantung pada terciptanya gencatan senjata serta akses bebas bagi bantuan kemanusiaan.

UNICEF mendesak agar pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza segera dipulihkan, karena semakin lama kondisi ini dibiarkan, semakin besar pula risiko kematian dan penderitaan anak-anak yang tidak bersalah. Seruan ini muncul di tengah meningkatnya keprihatinan komunitas internasional terhadap situasi kemanusiaan di Gaza yang kian memburuk akibat serangan militer dan blokade yang menghancurkan infrastruktur, membuat layanan kesehatan lumpuh, dan menyebabkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal.

Sementara itu, Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) juga melaporkan bahwa pengepungan yang saat ini berlangsung lebih berat dibandingkan dengan fase awal pascaserangan 7 Oktober 2023. UNRWA mencatat lebih dari 420.000 warga telah mengungsi sejak 18 Maret 2025, saat agresi terbaru dari pihak zionis Israel kembali mengguncang Gaza. Krisis ini kini telah berkembang menjadi bencana kemanusiaan yang membutuhkan tindakan segera dari dunia internasional.

Api Kudus Tertahan: Ribuan Umat Kristen Palestina Dilarang Rayakan Sabtu Suci di Yerusalem

Pada Sabtu (19/4), otoritas Israel dilaporkan menutup akses bagi jemaat Kristen yang ingin merayakan Sabtu Suci di Gereja Makam Kudus, Yerusalem. Perayaan ini merupakan bagian penting dari tradisi Paskah dan diyakini berlangsung di tempat penyaliban serta kebangkitan Yesus. Polisi Israel mendirikan pos pemeriksaan di jalan menuju Kota Tua, melakukan pemeriksaan ketat, dan melarang masuk banyak warga muda, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Palestina, WAFA.

Larangan ini berdampak besar pada ribuan umat Kristen, terutama mereka yang berasal dari Tepi Barat. WAFA mencatat bahwa hanya sekitar 6.000 izin yang diberikan oleh Israel untuk umat Kristen Palestina dari total populasi sekitar 50.000 orang di wilayah tersebut. Pembatasan ini terjadi meskipun Sabtu Suci merupakan salah satu hari paling penting dalam kalender Kristen, yang diperingati sehari sebelum Minggu Paskah.

Meskipun dibatasi, jemaat tetap datang ke Yerusalem untuk mengikuti ritual Api Kudus. Namun, selama dua tahun terakhir, partisipasi dalam perayaan Paskah menurun drastis akibat situasi konflik yang berkepanjangan di Gaza dan Tepi Barat. Gereja-gereja pun memilih untuk meniadakan perayaan besar dan arak-arakan, hanya menggelar ibadah dan doa bersama sebagai bentuk solidaritas dan penghormatan atas kondisi yang memburuk.

Ketegangan di Tepi Barat terus meningkat, dengan lebih dari 950 warga Palestina dilaporkan tewas sejak Oktober 2023. Pada Juli 2024, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa keberadaan Israel di wilayah Palestina merupakan bentuk pendudukan yang tidak sah secara hukum, dan menyerukan agar seluruh pemukiman di Tepi Barat serta Yerusalem Timur segera dikosongkan.

Hamas Siap Negosiasi dengan Israel untuk Kesepakatan Komprehensif

Kelompok perjuangan Palestina, Hamas, mengungkapkan kesiapannya untuk memulai negosiasi dengan Israel terkait kesepakatan menyeluruh yang bertujuan untuk membebaskan semua sandera Israel dengan imbalan gencatan senjata total serta penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza. Khalil Al-Hayya, kepala Hamas di Gaza, menyatakan bahwa kesepakatan parsial mengenai Gaza hanya akan digunakan sebagai kedok politik untuk agenda Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam melanjutkan perang dan tindakan yang dianggap sebagai genosida serta kelaparan.

Al-Hayya menegaskan kesiapan Hamas untuk mencapai kesepakatan penuh, yang mencakup pembebasan sandera, pertukaran tahanan, penghentian perang, penarikan pasukan Israel, dimulainya rekonstruksi Gaza, serta pencabutan blokade. Ia juga menyambut baik dukungan dari utusan khusus AS untuk urusan sandera, Adam Boehler, yang mendukung solusi bersama untuk mengakhiri perang dan masalah sandera.

Lebih dari dua juta warga Gaza kini berada dalam ancaman kelaparan dan genosida akibat blokade yang diberlakukan Israel. Al-Hayya juga menyoroti bahwa Hamas telah menerima tawaran mediator pada akhir Maret, namun Netanyahu menolaknya dan memberikan syarat-syarat yang dinilai tidak masuk akal. Sejak Oktober 2023, lebih dari 51.000 warga Palestina, terutama perempuan dan anak-anak, telah kehilangan nyawa akibat serangan Israel yang brutal.

Israel kini menghadapi tuntutan di Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Gaza, serta kasus genosida di Mahkamah Internasional.

Korea Utara Kecam Israel Atas Serangan Gaza dan Ambisi Terhadap Palestina

Korea Utara pada Kamis (17/4) menuduh Israel secara terbuka berusaha merebut wilayah Palestina, sekaligus mengecam serangan terbaru yang dilakukan oleh militer Israel ke Jalur Gaza. Tuduhan ini muncul setelah serangan mematikan yang dilancarkan oleh Israel pada 18 Maret, yang menggagalkan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan dengan pejuang Hamas yang telah berlangsung sejak Januari.

Dalam pernyataan yang dirilis oleh kantor berita pemerintah Korea Utara, KCNA, negara tersebut mengecam Israel yang dianggap menyimpan ambisi untuk mencaplok wilayah Palestina dan mendominasi kawasan tersebut. Selain itu, KCNA juga menuding Amerika Serikat sebagai pihak yang memerintahkan pendudukan penuh Gaza oleh Israel, merujuk pada pernyataan mantan Presiden AS Donald Trump yang mengindikasikan bahwa Gaza akan diserahkan kepada AS setelah perang berakhir.

Serangan Israel yang dianggap sembrono ini, menurut KCNA, menunjukkan dengan jelas siapa yang bertanggung jawab atas rusaknya perdamaian dan stabilitas global. Sejak dimulainya serangan brutal pada Oktober 2023, lebih dari 51.000 warga Palestina telah tewas di Gaza, dengan mayoritas korban merupakan perempuan dan anak-anak. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait agresi di wilayah Gaza.

Serangan Udara Israel Lumpuhkan Rumah Sakit Al-Ahli di Gaza

Sebuah serangan udara Israel menghantam Rumah Sakit Al-Ahli Arab di Gaza pada Minggu pagi, menyebabkan kerusakan besar pada fasilitas medis utama dan membuat rumah sakit tersebut tidak lagi bisa berfungsi. Menurut sumber medis Palestina dan saksi mata, serangan ini merusak unit operasi bedah serta unit produksi oksigen yang vital bagi pelayanan kesehatan di kawasan tersebut.

Militer Israel menyatakan bahwa serangan tersebut menargetkan markas komando Hamas yang diduga beroperasi di dalam kompleks rumah sakit. Dalam pernyataan gabungan, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Badan Keamanan Israel (ISA) menuduh Hamas menggunakan rumah sakit sebagai tempat koordinasi serangan, dan menyebut bahwa amunisi berpemandu presisi digunakan setelah pengintaian dilakukan untuk meminimalisasi dampak terhadap warga sipil.

Namun, seorang tenaga medis mengungkapkan bahwa meski ada peringatan evakuasi, serangan terjadi dengan cepat, dan proses penyelamatan menjadi kacau akibat pengeboman yang berlangsung. Banyak pasien dan pengungsi yang berada di lokasi saat serangan terjadi. Bahkan, seorang anak meninggal dalam proses evakuasi karena situasi yang memburuk.

Kantor media pemerintah yang dikelola Hamas mengecam serangan tersebut sebagai kejahatan perang, dan menyalahkan Israel serta Amerika Serikat atas kehancuran yang terjadi. Otoritas kesehatan Gaza mengimbau lembaga internasional untuk melindungi fasilitas kesehatan yang tersisa. Hingga kini, jumlah korban jiwa akibat konflik sejak 7 Oktober 2023 mencapai 50.944 orang, dengan lebih dari 116 ribu lainnya terluka.

Tragedi di Gaza: Serangan Udara Lumpuhkan Rumah Sakit Baptis Al-Ahli

Pada Ahad dini hari, pesawat tempur Israel melancarkan serangan ke Rumah Sakit Baptis Al-Ahli yang terletak di Kota Gaza. Dua rudal dilaporkan menghantam bagian resepsionis rumah sakit tersebut, mengakibatkan kehancuran besar serta kebakaran hebat yang merusak unit-unit penting seperti layanan darurat, laboratorium, dan apotek. Akibatnya, rumah sakit itu terpaksa menghentikan seluruh operasional medisnya.

Sumber lokal menyebutkan bahwa militer Israel sempat memberikan peringatan langsung sebelum serangan, memberi waktu hanya 18 menit kepada pasien, korban luka, dan tenaga medis untuk meninggalkan gedung. Evakuasi mendadak tersebut menimbulkan kekacauan karena banyak pasien tak sempat dipindahkan, dan sejumlah korban terlihat tergeletak di jalanan dalam kondisi cuaca yang buruk.

Rumah Sakit Baptis Al-Ahli merupakan institusi vital yang selama ini melayani lebih dari satu juta warga di Gaza dan wilayah utaranya. Kehancuran fasilitas ini menjadi tamparan keras bagi sistem kesehatan yang telah tertekan sejak dimulainya agresi Israel pada 7 Oktober 2023. Sejauh ini, sedikitnya 34 rumah sakit serta puluhan klinik telah dihancurkan dalam serangan-serangan sebelumnya.

Serangan terhadap fasilitas medis ini dinilai oleh kelompok hak asasi manusia sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional, khususnya Konvensi Jenewa. Rumah Sakit Baptis Al-Ahli sebelumnya juga menjadi lokasi tragedi pada 17 Oktober 2023, di mana ratusan warga sipil meninggal dunia akibat serangan udara. Dengan hancurnya rumah sakit ini, Gaza utara kini kehilangan salah satu fasilitas medis terakhir yang tersisa di tengah konflik yang terus berkecamuk.

Xi Jinping dan UE: Menyatukan Visi Globalisasi di Tengah Gejolak Ekonomi Dunia

Presiden China Xi Jinping mengajak Uni Eropa untuk tetap mendukung globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas, di tengah memanasnya konflik tarif antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Ia menyampaikan bahwa China dan UE, yang menyumbang lebih dari sepertiga total output ekonomi dunia, memiliki hubungan ekonomi simbiosis yang kuat dan harus bersama-sama menolak tindakan sepihak maupun intimidatif. Pernyataan itu disampaikan Xi saat bertemu Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez di Beijing, dalam pertemuan yang turut dihadiri Menteri Luar Negeri China Wang Yi.

Xi menegaskan bahwa tidak ada pihak yang menang dalam perang tarif. China tidak gentar terhadap tekanan luar dan tetap fokus menjalankan urusannya dengan tenang dan penuh keyakinan. Ia menyebut bahwa sebagai kekuatan besar dunia, China dan UE harus mempertahankan keadilan serta ketertiban internasional demi kepentingan bersama. Xi juga menyatakan bahwa China selalu mendukung persatuan dan pertumbuhan Uni Eropa, dan melihat UE sebagai pilar penting dalam tatanan dunia multipolar.

Menjelang peringatan 50 tahun hubungan diplomatik antara China dan UE, Xi berharap kerja sama keduanya semakin erat. Ia juga menggarisbawahi pentingnya hubungan bilateral dengan Spanyol, terutama dalam menjaga stabilitas global melalui solidaritas dan kolaborasi. Xi menyatakan bahwa China siap memperkuat kemitraan strategis dengan Spanyol, termasuk di bidang energi hijau, teknologi tinggi, dan pembangunan kota pintar.

PM Sánchez menegaskan dukungan Spanyol terhadap kebijakan “Satu China” dan menyatakan keinginannya mempererat kerja sama di berbagai sektor strategis. Ia juga mendukung hubungan yang stabil antara UE dan China serta menyuarakan penolakan terhadap kebijakan tarif sepihak. Kedua pemimpin turut membahas konflik Ukraina meski tidak mengungkapkan isi perbincangan secara rinci.

Gaza Membara: Serangan dan Krisis Kemanusiaan Memburuk

Serangan Israel yang terus berlangsung di Gaza telah menimbulkan penderitaan luar biasa bagi warga sipil, khususnya karena kelangkaan makanan dan maraknya penjarahan akibat blokade bantuan. Badan-badan kemanusiaan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan kekhawatiran serius atas dampak serangan yang terjadi. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyebutkan bahwa hampir setiap hari terdapat laporan korban tewas dan luka di kalangan warga sipil Palestina akibat serangan udara. Salah satu insiden terbaru di Kota Gaza menewaskan puluhan orang, termasuk sedikitnya delapan anak-anak, setelah sebuah bangunan tempat tinggal dihantam.

Kementerian Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 1.500 orang meninggal dunia, mayoritas perempuan dan anak-anak, sejak intensitas serangan meningkat dalam beberapa minggu terakhir. Blokade yang terus berlangsung telah memperparah situasi, membuat akses terhadap bantuan kemanusiaan semakin sulit. OCHA menyebutkan bahwa kehabisan stok bantuan membuat penjarahan meluas, dengan insiden yang terjadi di beberapa wilayah seperti Rafah dan Deir al Balah. Selain itu, lebih dari 60.000 anak mengalami malanutrisi saat dapur umum mulai kehilangan bahan bakar dan bahan pangan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyoroti kondisi kesehatan di Gaza. Meski sejumlah pasien berhasil dievakuasi untuk perawatan ke luar negeri, masih ada puluhan ribu pasien yang membutuhkan evakuasi mendesak. Krisis air bersih dan buruknya sanitasi di tempat penampungan membuat warga terpapar penyakit, bahkan lebih dari sepertiga rumah tangga mengalami infestasi kutu pada Maret lalu. PBB mendesak agar seluruh perbatasan dibuka untuk mempercepat penyaluran bantuan kemanusiaan.

Dunia Harus Bergerak: MER-C Soroti Tragedi Kemanusiaan di Gaza

Komite Penyelamatan Darurat Medis (MER-C) Indonesia mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap krisis kemanusiaan yang terus memburuk di Jalur Gaza. Ketua Presidium MER-C, Hadiki Habib, dalam siaran pers yang diterima pada Kamis di Jakarta, menegaskan bahwa situasi ini tidak boleh dibiarkan terus berlangsung. Ia menyebut, berdiam diri di tengah penderitaan warga Gaza hanya akan menjadi bentuk pembiaran terhadap kejahatan kemanusiaan yang sedang terjadi.

Hadiki menyatakan bahwa Israel telah berulang kali menyerang dan membunuh tenaga medis yang sedang menjalankan tugas kemanusiaan. Tindakan tersebut, menurutnya, merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip hukum humaniter internasional. Di tengah upaya gencatan senjata, justru serangan terhadap tenaga kesehatan, pekerja bantuan, bahkan staf PBB terus berlangsung secara sistematis dan terencana.

Penutupan akses terhadap bantuan kemanusiaan juga memperparah kondisi di Gaza. Ancaman kelaparan kini menghantui, bahkan disebut-sebut sebagai bencana kelaparan terburuk yang pernah terjadi di wilayah tersebut. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya turut menjadi sasaran serangan, yang membuat pelayanan kesehatan nyaris lumpuh total.

Sejak 18 Maret 2025, MER-C telah mengirimkan delapan tim medis ke Gaza, dan enam relawan masih bertahan di Rumah Sakit Indonesia yang berada di Gaza Utara. Para relawan tersebut menyaksikan secara langsung dampak serangan yang menimpa warga sipil setiap harinya. Hadiki menutup pernyataannya dengan seruan tegas agar dunia internasional tidak hanya diam, melainkan bersuara dan bertindak nyata untuk menghentikan tragedi besar ini.

Penolakan Gaza terhadap Mekanisme Bantuan Israel yang Dinilai Berbahaya

Pemerintah Gaza melalui Kantor Media resminya menolak rencana baru Israel dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina. Penolakan ini ditegaskan pada Selasa, 8 April, dengan alasan bahwa rencana tersebut memberi ruang kepada tentara Israel atau perusahaan yang terafiliasi militer untuk mendistribusikan bantuan secara langsung. Mereka menilai hal ini sebagai bentuk manipulasi yang membahayakan nasib kemanusiaan di Jalur Gaza dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan internasional.

Menurut pernyataan tersebut, Israel diduga menggunakan skema bantuan sebagai alat untuk memperkuat kontrol dan melakukan tekanan politik terhadap warga sipil. Kantor Media Gaza memperingatkan bahwa warga akan terpapar risiko tinggi karena berkumpul di titik distribusi yang bisa menjadi sasaran serangan. Sejak awal Maret, Israel menutup jalur perbatasan, memblokir pasokan makanan, air, dan obat-obatan, memperparah situasi kelaparan dan krisis kesehatan yang sudah mengkhawatirkan.

Sementara itu, laporan dari surat kabar Israel Yedioth Ahronoth menyebut bahwa militer Israel sedang mempertimbangkan peluncuran program bantuan percontohan, terutama di wilayah Rafah. Namun, rencana ini tidak akan melibatkan pihak Palestina seperti Hamas, melainkan dilakukan bersama organisasi internasional. Kantor Media Gaza menyebut langkah tersebut sebagai upaya untuk melegitimasi pendudukan ilegal dan menghindari tanggung jawab hukum.

Situasi semakin genting setelah militer Israel kembali melancarkan serangan sejak pertengahan Maret, menyebabkan ribuan korban jiwa dan luka-luka. Lebih dari 50.000 warga Palestina telah meninggal dunia sejak Oktober 2023. Komunitas internasional dan PBB pun didesak untuk menolak rencana distribusi Israel dan menemukan jalur kemanusiaan yang adil serta aman.